.

I Have a Lover Ep 3

Sebelumnya <<<


Hae Gang syok melihat Jin Eon dan Seol Ri berciuman di lift. Lampu lift menyala, tapi Jin Eon dan Seol Ri masih saja berciuman.

Hae Gang keluar dari ruang kendali dengan langkah gontai. Ia masih syok dengan yang dilihatnya tadi. Untuk sesaat Hae Gang terlihat hancur, lalu kemudian wajahnya berubah menjadi sangat marah dan ia mempercepat langkahnya ke arah lift.

Pintu lift terbuka. Seol Ri kaget melihat Hae Gang yang berdiri di depannya, menatapnya marah. Hae Gang lalu mengalihkan pandangannya ke Jin Eon. Ditatapnya Jin Eon penuh rasa kecewa. Seol Ri menatap Jin Eon, memberikan kode dengan matanya agar Jin Eon melihat ke depan. Jin Eon pun melihat ke depan. Bukannya terkejut, tapi ia malah menatap Hae Gang yang berdiri di depannya dengan dingin.

"Kau tidak keluar?" tanya Hae Gang tenang.

"Keluarlah." suruh Jin Eon pada Seol Ri.



Seol Ri mengangguk, lalu mengikuti Jin Eon keluar dari lift. Seol Ri membungkukkan badannya, memberi hormat pada Hae Gang dan berkata kalau dirinya akan pergi sekarang. Jin Eon mengangguk pelan. Saat Seol Ri hendak pergi, Hae Gang menahan Seol Ri dan mengajak Seol Ri pergi bersama-sama. Seol Ri pun terkejut.

Di mobil, mereka tak saling bicara. Seol Ri yang tegang terus menatap Hae Gang yang sedang menyetir. Sementara Jin Eon menatap ke depan lagi2 dengan pandangan dingin.


Mereka mampir ke sebuah restoran kecil. Ketegangan mewarnai raut wajah ketiganya. Sambil menuangkan sambal ke dalam makanannya, Hae Gang bertanya pada Seol Ri apa Seol Ri sudah menyatakannya. Seol Ri bingung. Hae Gang berkata lagi, perasaan Seol Ri. Apa Seol Ri sudah menyatakannya pada Jin Eon.


Seol Ri terdiam sejenak, sebelum akhirnya ia menjawab iya atas pertanyaan Hae Gang. Hae Gang bertanya lagi, apa Seol Ri sudah menerima jawabannya. Apa jawaban Jin Eon. Seol Ri berkata Jin Eon menolaknya. Hae Gang langsung berhenti memencet botol sambal mendengar jawaban Seol Ri.

"Ditolak?" tanya Hae Gang sinis.

Ia lalu teringat ciuman Jin Eon dan Seol Ri di lift tadi. Hati Hae Gang remuk redam, tapi sebisa mungkin ia mengendalikan perasaannya. Jin Eon diam saja sembari menatap Hae Gang dan Seol Ri dengan tegang.

"Karena katamu kau ditolak, maka jangan berbuat lebih jauh dari ini. Bila kau berbuat lebih jauh, melakukannya lagi, kan dan cintamu akan menjadi sampah." ancam Hae Gang.

"Hentikan. Aku akan mengurusnya. Aku yang akan melakukannya. Aku, Do Hae Gang." ucap Jin Eon menengahi percakapan Hae Gang dan Seol Ri yang mulai memanas.


Seol Ri dan Hae Gang saling bertatapan tajam.


"Jangan repotkan dirimu dengan masalah seperti ini." ucap Jin Eon lalu menukar makanannya dengan makanan milik Hae Gang.


Seol Ri cemas melihat itu. Ia takut Jin Eon sakit perut makan makanan pedas milik Hae Gang. Saat Jin Eon mengaduk2 makanan Hae Gang, Seol Ri pun diam2 menukar makanannya dengan makanan Jin Eon. Hae Gang sakit hati melihatnya. Jin Eon menyuruh Hae Gang makan. Hae Gang terdiam sejenak menatap Jin Eon. Lalu, ia mulai menyantap makanannya.


Jin Eon menyantap makanannya. Ia pun memejamkan matanya, siap menerima rasa pedas. Betapa kagetnya ia karena tak merasakan rasa pedas sama sekali. Di depannya, Seol Ri terbatuk2 setelah menyantap makanan pedas Hae Gang. Jin Eon pun terkejut, tidak menyangka Seol Ri telah menukar makanannya.


Hae Gang sudah ingin menangis melihat hubungan Jin Eon dan Seol Ri. Tapi sebisa mungkin ia menahan tangisnya agar tidak keluar.


Seol Ri sudah tiba di rumahnya. Ia sedang menjemur pakaiannya. Lalu tiba2, ia memegang bibirnya dan teringat ciumannya dengan Jin Eon. Seol Ri lalu mengambil cermin dan melihat2 bibirnya bekas dicium Jin Eon.


Sementara itu, Jin Eon yang duduk di ruangannya memikirkan kata2 Seol Ri.

"Sunbae, aku menyukaimu. Sudah lama, aku berusaha agar jangan sampai menyukaimu. Aku terus mencobanya tapi aku gagal."


Dan Hae Gang, di kamarnya sedang minum obat tidur. Ia lalu menatap foto prewedingnya dengan Jin Eon.

"Karena kau adalah Choi Jin Eon, jadi jangan berkhianat. Karena Choi Jin Eon adalah Do Hae Gang dan cahaya Choi Eun Sol." batin Hae Gang sedih.


Paginya.... Hae Gang yang baru pulang jogging terus berjalan ke dapur. Di dapur, ia membuka kulkas dan meminum segelas air. Saat teringat ciuman Jin Eon dan Seol Ri, juga Seol Ri yang terbatuk2 karena makan makanan pedasnya, wajahnya pun berubah menjadi kesal. Ia lalu pergi ke kamar mandi, lalu memasukkan air kloset ke dalam teko. Tak hanya itu, ia juga menggosok2an sikat gigi Jin Eon ke dalam kloset.


Adegan lalu berpindah pada Jin Eon yang sedang menyikat giginya menggunakan sikat giginya yang tadi digosok Hae Gang ke dalam kloset. Tak sampai sedetik, Jin Eon berhenti menyikat giginya dan menatap ke cermin dengan wajah gundah. Jin Eon lalu menyiram wajahnya di cermin dengan air.

Jin Eon keluar dari kamar mandi dan menemukan Hae Gang duduk di ruang makan. Sambil berjalan ke arah kulkas, Jin Eon bertanya pada Hae Gang apa Hae Gang bisa tidur. Hae Gang menjawab sedikit. Hae Gang diam saja saat melihat Jin Eon membuka kulkas.


"Aku tahu bagaimana perasaanmu dan kedudukanmu tapi bukan tempatmu ikut terlibat di dalamnya, jadi jangan ikut campur." ucap Jin Eon sambil menuangkan air minum yang tanpa ia sadari air dari kloset ke gelas.

"Kau langsung menolaknya, kalau begitu aku tak perlu terlibat sama sekali." jawab Hae Gang, yang membuat Jin Eon terdiam sejenak.

"Kalau kau peduli padanya, jangan berikan harapan palsu." ucap Hae Gang lagi.

Jin Eon diam saja dan meminum air di gelasnya (hoeeek, jijik ah).


Di ruangannya, Jin Ri sedang memarahi anak buahnya karena mendengar laporan insiden perusahaan dari media. Jin Ri lalu menyuruh team leader nya berlutut, sampai waktu pulang nanti. Dengan wajah tak berdaya, team leader Jin Ri pun berlutut.


Taek Seok baru menerima informasi kalau pacar Kim Sun Yong adalah karyawan perusahaan mereka. Taek Seok yang kaget langsung melihat lagi petikan wawancara Yong Gi. Sambil melihat2 petikan wawancara itu, Tae Seok memikirkan sesuatu.


Yong Gi melirik atasannya dengan wajah bosan. Sepertinya ia tengah menunggu hukumannya. Atasan Yong Gi melirik Yong Gi tajam sambil memikirkan sesuatu. Setelah berpikir cukup lama, atasan Yong Gi pun menyerahkan plastik besar yang berisi potongan2 kertas. Yong Gi diminta menyatukan potongan2 kertas itu. Yong Gi protes.


"Kau tak mau bekerja? Kalau begitu tulis surat pengunduran dirimu." ucap atasan Yong Gi.

Yong Gi kaget,begitu pula dengan rekan2nya yang lain.

"Kenapa? Kau mau mengatakan sesuatu?" tanya atasan Yong Gi.


"Ya ada. Jelas sekali, ada. Tentu saja, ada!" jawab Yong Gi setengah berteriak2.

Rekan2nya langsung meliriknya cemas.

"Kalau begitu silahkan katakan." ucap atasan Yong Gi.

"Begitu saya menyatukannya lagi..." jawab Yong Gi, lagi2 setengah berteriak.

Semua pun cemas menantikan kalimat Yong Gi selanjutnya.


"... haruskah saya serahkan dalam huruf berukuran 11 atau 12?" suara Yong Gi melunak.

Rekan2 Yong Gi pun menarik napas lega, karena tidak akan terjadi hal buruk pada Yong Gi. Atasan Yong Gi melongo. Yong Gi pun dengan senang hati menerima tugasnya dan beranjak pergi.

Tae Seok masuk ke ruangan istrinya dan terkejut melihat team leadernya berlutut sambil mengangkat tangan. Tae Seok lalu melihat Jin Ri yang sedang asik bicara di telepon. Di telepon, Jin Ri berkata tidak mau melakukan wawancara jika fotonya diambil. Dengan berbisik2, Tae Seok berkata pada team leadernya, kalau dengan memukul team leadernya tidak akan membantu, tapi ia akan tetap memukul team leadernya.

Dan.. PLAAAAK !! Tae Seok memukul team leadernya. Pukulan Tae Seok sukses membuat Jin Ri terkejut. Tae Seok pun mengusir para pegawainya keluar dari ruangan Jin Ri. Jin Ri hendak marah, tapi Tae Seok sukses membungkam mulut Jin Ri dengan menyuruh Jin Ri menjaga sikap kalau mau jadi CEO. Sambil tersenyum, Jin Ri pun mendekati Tae Seok.


"Yeobo, apa kau yakin kau bisa menangkap pacar Kim Sung Yong?" tanya Jin Ri.

"Kita bisa menemukannya jika kita mencari tahu siapa karyawan kita yang sedang hamil." jawab Tae Seok.

"Apa? Karyawan hamil?" tanya Jin Ri kaget.


Di gudang, Yong Gi sedang menyatukan potongan2 kertas itu dibantu oleh rekan ceweknya. Rekannya itu marah melihat Yong Gi yang diam saja disiksa seperti itu. Yong Gi berkata kalau ia melawan, ia tidak akan bisa bekerja dimanapun karena sudah tua. Rekannya itu pun mengajak Yong Gi melaporkan Manajer Byun (oh jadi itu nama atasannya). Tapi Yong Gi tidak berniat melakukan itu. Temannya itu terus membujuknya dengan berkata jika bukan Yong Gi, siapa lagi yang berani melakukannya. Setelah mendengarkan kata2 temannya, Yong Gi pun akhirnya setuju melaporkan Manajer Byun.

Seorang pria tampak sedang menjaga kedainya sambil mengasuh bayinya. Nyonya Hong mengawasi pria itu dari dalam mobilnya. Setelah beberapa saat, Nyonya Hong pun turun dari mobil dan menghampiri pria itu.


"Halo, saya Hong Se Hee. Manajer kami sudah menghubungi anda untuk meminta anda menjadi supervisor kami." ucap Nyonya Hong.

Pria itu mengangguk2. Nyonya Hong lalu memberikan kartu namanya.

"Apa ini cucu anda?" tanya Nyonya Hong.

"Ini putraku." jawab pria itu.


Nyonya Hong terbelalak. Lalu tiba2, seorang bocah datang memanggil pria itu dengan sebutan ayah. Pria itu pun menyuruh anaknya masuk ke dalam. Datang lagi seorang anak memanggil pria itu ayah. Nyonya Hong semakin terkejut. Pria itu lalu bertanya pada Nyonya Hong, apa Nyonya Hong mau mencoba mengasuh putranya.

Nyonya Hong kaget, Apa? Omo, matanya bagus kalau melihat perempuan. Aku datang kesini karena mendengar dia penyair terkenal, tapi berani sekali dia mendekatiku?

"Ayah!" teriak Baek Seok sembari menghampiri ayahnya. Baek Seok melirik Nyonya Hong, dan bertanya pada ayahnya siapa Nyonya Hong.


"Dia Miss Korea tahun 1975. Dia memintaku jadi konsultannya." jawab pria itu. Baek Joon Sang nama pria itu.

"Hallo, ini suatu kehormatan. Saya tak pernah mengira bisa bertemu Miss Korea sepanjang hidup saya. Ini kartu nama saya." ucap Baek Seok lalu menyerahkan kartu namanya.

"Anda pengacara?" tanya Nyonya Hong sembari menatap kartu nama Baek Seok.

"Kantor kami baru buka hari ini. Jadi kalau anda ada masalah, carilah aku." jawab Baek Seok.

"Menantuku seorang pengacara." ucap Nyonya Hong.

Baek Seok lalu pergi mengantarkan pesanan dimsum. Tuan Baek mengajak Nyonya Hong masuk ke restorannya.


Nenek Yong Gi pergi menebus obat ke apotek. Dokter menyuruh nenek Yong Gi menunggu. Tak lama, Baek Seok datang membawakan pesanan dimsum. Melihat Baek Seok, dokter itu langsung berseru, Baek Seok ! Akhirnya kau membuka firma.

Baek Seok berjalan melewati nenek Yong Gi dan meletakkan pesanan dimsum di atas kaca.

 "Kau tidak memerlukan apa2? Katakan saja, aku akan carikan untukmu." ujar si dokter.

"Aku butuh klien." jawab Baek Seok.

"Aha. Begitukah? Untuk menjadi klienmu aku tak bisa menceraikan istriku." ujar si dokter bercanda.

"Kenapa tidak bisa? Ceraikan saja. Ceraikan istrimu lalu nikahi lagi dia." jawab Baek Seok.

"Kau ini bicara apa." ujar dokter itu lagi.

Dokter lalu memanggil nenek Yong Gi, karena obatnya sudah siap. Nenek Yong Gi mendekat mengambil obatnya. Baek Seok menoleh dan terkejut melihat nenek Yong Gi. Awalnya nenek Yong Gi tidak ingat siapa Baek Seok, tapi setelah diingatkan Baek Seok tentang hal yang mereka lakukan saat terakhir bertemu, nenek Yong Gi pun ingat.

"Apa nenek sakit?" tanya Baek Seok.

"Aku tidak sakit. Ini hanya karena waktunya sudah tiba. Begitu umurmu setua kami, semua orang sama saja. Tapi wow, bau ini sungguh enak. Tampaknya kau mulai berbisnis dimsum. Dimana? Aku akan mengiklankannya di tempatku." jawab nenek Yong Gi.

"Wow, nenek ini luar biasa. Setelah mengantarkan ini, ayo kita makan dimsum sama2." ucap Baek Seok.

Nenek Yong Gi pun mengangguk senang. Baek Seok beranjak pergi.


"Kita bisa kerja sukarela dan juga menulis puisi. Jika setuju, kami akan mulai menugaskan anda. Bukan untuk pembukaan saja, tapi kami benar2 membutuhkan anda. Karena sekarang sayalah Presiden Poo Ren Ae, saya sangat ingin menampilkan kaum ningrat yang terhormat. Saya benar2 minta maaf karena telah salah menilai anda." ucap Nyonya Hong.

"Tak perlu minta maaf, tapi mari buat kesepakatan. Tidak boleh ada kamera." pinta Tuan Baek.

"Tentu saja." jawab Nyonya Hong.

"Kita bertemu tanpa makeup." pinta Tuan Baek.

"Omo, omo. Kita tidak bisa melakukan itu! Wajahku tanpa makeup? Saya adalah Miss Korea. Saya bisa melakukan hal lain, tapi tidak bisa memperlihatkan wajah tanpa makeup." jawab Nyonya Hong.


Tuan Baek mengangguk2 dan tersenyum. Pembicaraan mereka pun terhenti karena kehadiran Seol Ri. Seol Ri memanggil Tuan Baek dengan sebutan ayah.

Tuan Baek kesal, dasar bandel! Bukankah sudah kubilang jangan datang.


Seol Ri tersenyum. Lalu segerombolan anak2 datang memeluk Seol Ri.

"Kalian baik2 saja? Baek Ji, Baek Jo, Baek Hyung, Baek Bum?" tanya Seol Ri.

Nyonya Hong terus memperhatikan Seol Ri.

Nyonya Kim sedang makan sambil melihat2 jadwalnya. Diluar hujan turun sangat deras. Rumah Nyonya Kim seukuran kamar, namun terlihat rapi. Tiba2, Nyonya Kim panik. Dia lantas menyemprotkan pengharum ruangan dan berteriak kalau ia sedang mengganti baju.


Nyonya Kim membuka pintu. Ternyata Tuan Choi lah yang membuatnya panik. Mereka terlihat kaku. Tuan Choi bertanya pada Nyonya Kim apa mereka harus pergi keluar untuk bicara atau bicara di dalam. Nyonya Kim pun mempersilahkan Tuan Choi masuk. Tuan Choi duduk kursi, sedangkankan Nyonya Kim di kasur.

"Bagaimana kau tau tempat ini?" tanya Nyonya Kim.

Tuan Choi tidak menjawab dan bertanya bau apa ini?

Nyonya Kim pura2 tidak mengerti. Tuan Choi melihat ada sepotong daging di lantai. Ia pun tertawa geli, tapi Nyonya Kim masih pura2 tidak mengerti.

"Apa Hae Gang benar2 tidak tahu atau apakah dia pura2 tidak tahu?" tanya Tuan Choi.


"Hae Gang sudah melakukan tugasnya. Dia melakukannya lebih dari semestinya. Tak ada yang harus kukatakan padanya." jawab Nyonya Kim.

"Kau mau melakukan apa? Rumah atau pasar? Pilih." suruh Tuan Choi.

"Tak satupun. Jangan berikan saya apapun. Saya sangat membencinya, Man Ho. Tolong berhentilah mengganggu saya. Lupakan saya. Sekali saja cukup. Sekali dengan ayah anak2. Saya tak mau melakukan dosa lagi." jawab Nyonya Kim.

"Ini bukan karena dirimu, tapi Jin Eon. Jangan salah paham." ucap Tuan Choi.

"Kalau begitu, kau tak perlu melakukan apapun. Hanya 3 tahun kami hidup bersama. Saya bahkan tak ingat wajah orang itu. Saya tidak ingat apapun. Waktu muda aku seorang yang brengsek. Benar kan?" jawab Nyonya Kim.


Tuan Choi menatap Nyonya Kim.

"Saya tidak tahu jadinya akan seperti ini. Dia kehilangan orang tua dan anaknya dan dia tidak tahu apa2." ucap Nyonya Kim lagi.

Tuan Choi lantas meletakkan credit card nya. Ia menyuruh Nyonya Kim membeli beberapa barang. Setelah mengatakan itu, Tuan Choi pun pergi. Nyonya Kim menolak, ia menyuruh Tuan Choi mengambil kembali credit card nya tapi Tuan Choi pura2 tidak mendengar dan terus berjalan pergi.


Baek Seok membawa nenek Yong Gi ke restorannya. Nenek Yong Gi ingin duduk di seberang tak jauh dari restoran Baek Seok. Baek Seok menyuruh nenek Yong Gi menunggunya dan kembali ke restorannya. Banyak sekali pelanggan yang datang. Baek Seok heran yang menjaga restoran adalah sang adik, Baek Ji.

"Seol Ri Unnie datang." jawab Baek Ji.

"Dia pasti masih belum diusir." ucap Baek Seok.

"Belum." jawab Baek Ji.

"Oya, bawakan sepiring dimsum kesana." suruh Baek Seok sambil menunjuk ke arah nenek Yong Gi.

Baek Seok pun kembali menghampiri nenek Yong Gi. Nenek Yong Gi salah paham, mengira Baek Ji adalah putri Baek Seok. Ketika Baek Ji datang membawakan sepiring dimsum, Baek Seok mengenalkan kalau Baek Ji adalah adiknya.


Di dalam, Seol Ri bicara dengan Tuan Baek. Seol Ri menyajikan secangkir kopi pada Tuan Baek. Tuan Baek menyeruput kopinya, lalu meletakkan tumpukan amplop di atas meja. Tuan Baek meminta Seol Ri berhenti mengiriminya uang dan melarangnya datang lagi. Seol Ri terdiam.

"Pakai uangmu untuk dirimu sendiri." ucap Tuan Baek lagi.

Seol Ri diam saja dan hanya menghela napas.

"Kudengar kau melepaskan cita2mu. Aku tak suka itu. Aku sedih karena merasa jadi penghalang cita2mu. Ini sudah peraturan, untuk pergi dari rumah begitu menginjak usia 20 tahun. Hiduplah dengan senang." ucap Tuan Baek.

Seol Ri masih diam.

"Lihatlah..." ucap Tuan Baek menunjuk ke arah anak2 yang baru saja masuk ke kamar mereka, "... Meskipun bagi kita senang hidup bersama, bagi orang lain kita ini cuma barang." ucap Tuan Baek.

"Bagiku tidak begitu, Ayah. Aku tak mau seperti Ji Soo Unnie. Aku tak akan pernah menyakiti anak2." jawab Seol Ri.

"Itu untukmu, tapi bagaimana dengan pasanganmu? Ibumu? Saudara2mu? Jangan jadikan mereka tidak berguna, Seol Ri." ucap Tuan Baek.

"Aku tidak apa2, Ayah. Seperti ayah membesarkan diriku, aku ingin membesarkan anak2 bersama ayah." jawab Seol Ri.


Tuan Baek menghela napas, lalu bangkit dari duduknya dan masuk ke kamarnya. Seol Ri diam2 memasukkan tumpukan amplop berisi uang itu ke dalam laci. Tak lama, Tuan Baek keluar membawa sebuah kotak. Ia meletakkan kotak itu di atas meja.

"Kau berada dalam kotak ini dengan tali pusar yang masih melekat saat aku menemukanmu. Aku melapor pada polisi dan mengirimmu ke panti asuhan. Tapi 10 tahun kemudian, kau muncul dengan memegang kotak ini. Aku mengenalimu lewat kotak ini. Karena itulah aku membesarkanmu. Bawalah kotak ini. Mari kita jalani hidup kita masing2." ucap Tuan Baek.


Seol Ri pun menangis.



Yong Gi menyusuri jalanan dengan napas terengah2. Tiba2, seorang pria memanggilnya. Yong Gi menoleh dan panik melihat pria itu. Pria itu adalah reporter yang mewawancarai Yong Gi soal kasus salah obat yang diproduksi oleh Chun Yun Farmasi, perusahaan tempat Yong Gi bekerja.

"Sudah kubilang kan jangan muncul seperti ini. Kepala departemenku melihatnya juga dan sedang mencari2 diriku." ucap Yong Gi.

"Aku mendapatkan petunjuk." jawab reporter itu.

"Petunjuk? Petunjuk apa?" tanya Yong Gi kaget.

"Kim Sun Young pasti sudah dianggap sebagai pengungkap masalah. Seorang PD Sunbae yang dikirim ke luar wilayah melihat acaranya dan menghubungi kami." jawab reporter itu.

"Pengungkap masalah?" tanya Yong Gi kaget.

Nenek Yong Gi berdiri di depan rumah, menunggu Yong Gi. Karena Yong Gi tak kunjung datang, nenek Yong Gi akhirnya masuk ke rumah.


Yong Gi di seberang rumahnya bersama reporter itu. Reporter itu bertanya pada Yong Gi, apa Yong Gi tahu obat Prudoxin untuk pengobatan gastritis kronis?
"Im Sang Tae sudah memanipulasi keadaan. Kau menemukan faktanya dan perusahaanmu tahu kau mengetahuinya. Ada pembiaran dan ancaman." ucap reporter itu.

Yong Gi kaget.

"Dia bolak balik memikirkan harus berbuat apa. Dia pasti sudah memutuskan jadi pengungkap masalah." ucap reporter itu lagi.

"Tapi kenapa dia menyerahkan diri?" tanya Yong Gi sedih dan bingung.

"Itulah kataku. Dia bisa saja merasa sangat bersalah soal itu atau... kalau tidak, maka..." reporter itu terdiam.

"Kalau tidak, apa?" tanya Yong Gi.

"Bisa saja dia tidak menyerahkan diri." jawab reporter itu lagi.

Yong Gi berkaca2 mendengarnya.

Hae Gang sedang menyiapkan makan malam untuk keluarganya. Tuan Choi memuji rasa masakan yang dibuat Hae Gang. Jin Ri kesal mendengarnya. Jin Ri lalu menanyakan Jin Eon, membuat suasana berubah menjadi tegang.

Di kamar, Nyonya Hong bicara dengan Jin Eon di telepon. Nyonya Hong senang karena Jin Eon sudah berada di depan rumah.


Nyonya Hong bergegas keluar rumah dan menghampiri Jin Eon yang berdiri di seberang rumah. Jin Eon tersenyum begitu melihat sang ibu. Sang ibu pun mulai mengomelinya. Setelah puas mengomeli Jin Eon, Nyonya Hong meminta cucu. Nyonya Hong berkata kalau tahun ini adalah kesempatan terakhir Hae Gang untuk hamil. Kalau tidak, maka perusahaan akan diwariskan pada anak Jin Ri. Jin Eon langsung terdiam mendengarnya.


Suasana langsung tegang begitu Nyonya Hong membawa Jin Eon masuk. Ditambah lagi Jin Ri menyinggung2 soal Eun Sol. Tae Seok mencoba mencairkan suasana dengan bertanya tentang penelitian yang dilakukan Jin Eon. Hae Gang berkata baru2 ini Jin Eon menerima hak paten untuk penelitiannya. Kantor Hak Paten dan Merk Dagang memberikan dana hibah penelitian khusus. Jin Eon kaget atas jawaban Hae Gang, langsung menatap Hae Gang dengan tajam.

"Penelitian seperti apa ini? Obat seperti apa? China sudah membuka pasarnya dan perusahaan kita berusaha memperkenalkan beberapa obat generik dan obat asli. Kita membutuhkan obat2an terbaru. Kita sedang putus asa, Jin Eon." ucap Tae Seok.

"Ada Pudoxin?" singgung Jin Ri, membuat Tae Seok terpengarah.

"... Obat2an Chun Yun Farmasi yang nomor satu, asli, yang telah kau kembangkan dengan susah payah. Pudoxin mengulang sejarah, jadi kenapa kau takut? Kalau kita menjualnya ke China dan berhasil masuk pasar Eropa, maka tahun depan kita akan melampaui rekor penjualan tahunan. Ketika semua orang berkata kau tak bisa melakukannya, kau pergi ke semua tempat dan bekerja dengan sangat keras, sayang." ucap Jin Ri pada Tae Seok.

Suasana pun menjadi semakin tegang. Sepanjang Jin Ri bicara, Tae Seok dan Hae Gang saling melirik.


Yong Gi masuk ke kamarnya dengan terburu2 dan langsung duduk di depan komputernya.

Terdengar sebuah suara.... suara reporter itu. Ya, reporter itu menyuruh Yong Gi mencari sesuatu.

"Kalau aku jadi dia, aku akan meninggalkan mu sesuatu. Coba carilah sesuatu di kamarnya, atau komputernya. Memutuskan menjadi pengungkap masalah tak mungkin dia tidak menyimpan sesuatu sebagai jaminan dirinya untuk mengungkapkan kebenarannya."

Dan Yong Gi pun menemukannya. Sebuah rekaman yang berisi pernyataan Kim Sang Yong berada diantara ribuan foto2nya dengan Yong Gi. Yong Gi pun membukanya.

"Aku sudah berpikir, sayang. Di tahun 2007, Perusahaan Farmasi Chun Yeon mengembangkan sendiri Pudoxin, obat untuk mengobati gastritis kronis. Tapi, selama uji klinis, fakta bahwa obatnya menyebabkan patah tulang bila dipakai dalam jangka panjang sudah diketahui. Tapi perusahaan menyembunyikan temuan ini dengan memanipulasi fakta dan menyetujuinya. Aku berusaha berkali2 memohon penghentian produksi obat tapi mereka khawatir ini akan membahayakan image perusahaan jika manipulasi temuan diketahui dan mereka harus mengganti lebih dari 705 juta won."

Flashback... Ketika pernyataan Sang Yong terhenti... karena Yong Gi yang mengetuk2 pintu kamar dan mengomel. 


Yong Gi menangis teringat saat ia marah2 pada Sang Yong.

"Ayo kita bercerai. Mengunci seluruh kamar dan pintu. Kenapa kau menikahiku? Cincin kawin jelek ini akan kutaruh disini. Aku tak ingin melihatmu lagi jadi enyahlah dari pandanganku."

Tangis Yong Gi semakin deras.



Jin Eon berseteru dengan ayahnya. Sang ayah marah2 dan berkata tidak mengizinkan Jin Eon melakukan hal itu.
"Selama ini kita bekerja sangat keras demi industri farmasi Korea dan kesehatan penduduk Korea, jadi berani sekali dirimu? Kau pikir siapa dirimu?" bentak Tuan Choi.

Yang lain hanya diam saja mendengarkan Tuan Choi marah2, dengan wajah tegang.

"Obat yang dikembangkan Seo Yang, kau menunggu hingga hak patennya kadaluarsa supaya bisa ditiru dan dijual di Korea. Itulah yang membuatmu bekerja tanpa kenal lelah. Menaikkan harga, membuat pasar impor bersaing, menaikkan harga untuk menutupi biaya iklan dan membayar rumah sakit dan dokter2. Ayah yang kukenal cuma pedagang obat keliling yang tak peduli akan kesehatan orang lain. Hanya melakukan satu hal. Kau mendapatkan keuntungan besar dengan mengambil keuntungan dari orang sakit." ucap Jin Eon lantang.


Tuan Choi naik pitam dan melempar Jin Eon dengan piring. Nyonya Hong, Hae Gang dan Tae Seok kaget. Tapi tidak begitu dengan Jin Ri. Jin Ri terlihat senang melihat pertikaian ayahnya dengan Jin Eon. Darah mengalir dari kening Jin Eon. Jin Eon menatap tajam ayahnya.

"Aku membencimu. Aku membenci anak yang menatap mataku secara langsung. Aku membencinya yang menghindar dariku begitu ada kesempatan. Kupikir dia akan berubah kalau sudah dewasa. Tapi, selalu, kau masih menatapku dengan mata yang sama yang membuatku bergidik ngeri. Matamu bukan mata anak yang menatap ayahnya. Mata itu adalah mata yang menatap musuhnya. Kau tak akan pernah menang melawanku. Kau tak pernah berjuang. Kau tak pernah mempertaruhkan apapun. Orang yang seperti itu tidak takut hidup atau mati." jawab Tuan Choi.

"Berhentilah marah2 dan pergilah ke kamar agar aku bisa mengobati lukanya." ucap Nyonya Hong.

Tuan Choi menurut dan pergi ke kamarnya. Nyonya Hong berkata akan mengambil kotak P3K dan beranjak pergi. Jin Ri dengan wajah puasnya mengajak Tae Seok ke kamar. Tae Seok menatap kasihan Jin Eon, lalu pergi menyusul Jin Ri ke kamar. Jin Eon masih terlihat marah. Hae Gang menatap Jin Eon sedih.


Setibanya di kamar, Jin Ri menjatuhkan tubuhnya di kasur dengan wajah puas. Tae Seok duduk di kursi dan bertanya apakah Jin Eon punya masalah dengan Tuan Choi sejak kecil. Jin Ri menjawab tidak.Tae Seok tidak percaya dan yakin ada sesuatu.


"Yang jelas mulai hari ini ayah tidak menyukai Jin Eon. Andai saja aku bisa mendorong Do Hae Gang keluar, aku akan jadi CEO. Perusahaan Farmasi Chun Yeon akan jadi milik kita. Sayang..." Jin Ri bangun dan menatap Tae Seok.

"... bagaimana cara kita menyingkirkannya? Kau tahu kelemahannya? Suatu bencana besar?" tanya Jin Ri.

"Ya, kelemahan besar kita adalah fakta bahwa dia tak punya kelemahan. Daripaca mencari kelemahannya, akan lebih cepat membuat mereka bercerai." jawab Tae Seok.

"Cerai? Itu dia. Jika mereka bercerai, permainan selesai." ucap Jin Ri sumringah.

"Aku hanya bercanda." jawab Tae Seok.


"Tapi tidak bagiku." ucap Jin Ri sambil tersenyum licik.


Hae Gang sedang mengobati luka di kening Jin Eon. Sambil mengobati luka Jin Eon, Hae Gang bertanya kenapa Jin Eon selalu bertengkar dengan sang ayah setiap kali bertemu. Jin Eon hanya mengucapkan kata maaf. Hae Gang bertanya lagi apa yang membuat Jin Eon membenci sang ayah.
"Siapa yang peduli jika aku membuatnya senang kalau kau merusaknya dalam sekali waktu." ucap Hae Gang sambil menempelkan plester ke kening Jin Eon.

"Tidak perlu melakukan itu. Dia tak berhak menilai." jawab Jin Eon dingin.


"Sayang, kau anak tertua di rumah ini. Tidak peduli apapun yang dikatakan orang, kau adalah penerus ayah. Perusahaan Farmasi Chun Yeon adalah milikmu, dan setelah jadi doktor dan profesor semua orang menganggap akhirnya kau akan menjalankan perusahaan. Diurus oleh orang dengan titel layak dan bukan oleh penjaja obat keliling. Direktur yang membuat obat2an." ucap Hae Gang.

"Aku hanya ingin membuat obat. Aku tak berminat mengambil alih atau menjadi penerus. Itu bukan tempatku." jawab Jin Eon.

"Berhentilah bersikap begini. Apa kau tahu kenapa kau tidak berminat? Karena kau tidak serakah? Tidak juga. Itu karena perusahaan adalah milikmu. Karena dari awal perusahaan itu milikmu. Kau tak perlu berusaha dikenali atau coba2 membuat seseorang terkesan padamu." ucap Hae Gang.

"Bukan begitu." jawab Jin Eon.


"Aku benar2 mengerti kenapa ayahmu menyebutmu tolol. Jabatan itu, jabatanmu, kalau rasanya terlalu berlebihan bagimu, aku saja yang mengembannya. Kau yang membuatnya dan aku yang menjualnya. Obat2an yang kau buat, akan kujual. Itulah yang bisa kita lakukan. Aku akan menjaga jabatanmu." ucap Hae Gang.


Jin Eon tampak terkejut dengan kata2 Hae Gang. Pembicaraan mereka pun terhenti karena ponsel Jin Eon yang berdering. Jin Eon bangkit dari duduknya dan menjawab teleponnya. Hae Gang berkata akan meletakkan plesternya di tas Jin Eon. Saat itulah, ia melihat surat perceraian di tas Jin Eon. Ia terkejut dan menatap Jin Eon yang masih bicara di telepon. Begitu Jin Eon menutup teleponnya, Hae Gang buru2 memasukkan surat perceraian itu ke tas Jin Eon dan berusaha bersikap normal. Jin Eon berkata akan ke kampus. Hae Gang menatap kepergian Jin Eon dengan tatapan nanar.


Seol Ri tampak sibuk di lab. Tiba2 ia teringat sesuatu dan melirik kotak ramen yang ia letakkan di lantai di samping mejanya. Seketika wajahnya berubah sedih. Ia teringat kata2 Tuan Baek yang menemukan dirinya di dalam kotak itu. Lamunan Seol Ri pin buyar ketika Go Sunbae datang dan membagi2kan sebotol minuman pada semua rekannya. Go Sunbae melemparkan minuman itu pada Seol Ri, tapi karena Seol Ri tidak menangkapnya minuman itu jatuh ke lantai.

"Go Sunbae, dimana kau membeli minuman ini?" tanya Seol Ri.

"Di kantin." jawab Go Sunbae.

"Kenapa kau tidak beli diluar saja? Diluar sedang ada promosi beli satu gratis satu." ucap Seol Ri.

"Panas2 begini kau menyuruh aku keluar untuk membeli benda sekecil ini? Apa kau gila?" jawab Go Sunbae.

"Semuanya jangan dibuka dan kembalikan padaku. Akan kukembalikan pada kalian dua kali lipat." ucap Seol Ri sambil mengumpulan minuman kaleng itu dari rekan2nya.


Jin Eon tersenyum melihatnya, lalu seketika ia teringat saat berciuman dengan Seol Ri di lift. Jin Eon pun memejamkan matanya dan menghela napas frustasi. Saat ia membuka matanya, ia melihat sosok Seol Ri sudah berdiri di hadapannya. Ia terkejut. Seol Ri menunjuk minuman kaleng Jin Eon. Jin Eon memberikan minuman kalengnya. Saat mau mengambil minuman kaleng dari tangan Jin Eon, Seol Ri tanpa sengaja memegang tangan Jin Eon. Jin Eon kaget. Begitu sadar, Seol Ri langsung menarik tangannya dan menjatuhkan minuman kaleng itu. Go Sunbae kaget, begitu juga pria yang duduk di depan Jin Eon.


Hae Gang melajukan mobilnya dengan wajah terluka.


Seol Ri duduk di halte dengan wajah lesu. Jin Eon menyusul Seol Ri ke halte. Seol Ri kaget melihat Jin Eon. Jin Eon lalu duduk disamping Seol Ri. Ia mengajak Seol Ri bicara sembari menunggu bis tujuan Seol Ri. Jin Eon menyebut yang terjadi diantara mereka adalah suatu kekhilafan.
"Sekali pun bukan dirimu, aku akan melakukan hal yang sama dengan orang yang bahkan tidak kukenal. Seperti itulah pria, sekali pun kami tidak merasakannya kami bisa melakukannya. Terjadi begitu saja tanpa kusadari. Tak ada orang yang menulis jawaban salah kalau mereka tahu yang benar." ucap Jin Eon.

Seol Ri mendengarkannya dengan wajah terluka.

"Aku akan menunggu." ucap Seol Ri.

"Jangan." jawab Jin Eon.

"Kenapa?" tanya Seol Ri.

Jin Eon diam saja, tidak tahu harus mengatakan apa. Seol Ri pun menghela napas, wajahnya seakan mengerti bagaimana perasaan Jin Eon. Seol Ri lalu bangkit dari duduknya, berdiri di depan Jin Eon dan mendekatkan wajahnya ke Jin Eon.


"Meski kau berkata tidak, tapi matamu tidak bisa berbohong." ucap Seol Ri.

Jin Eon kaget, Seol Ri menyentuh luka di kening Jin Eon.

"Aku bisa menunggu. 'Dilarang Masuk', 'Hanya Untuk Karyawan Mulai Dari Sini', 'Jangan Injak Rumput', ada orang yang mengabaikan larangan2 ini dan masuk dengan cara apapun. Akulah orangnya, Sunbae." ucap Seol Ri.


Seol Ri lalu mencium pipi Jin Eon. Jin Eon terhenyak. Bis Seol Ri akhirnya datang. Seol Ri tersenyum dan berkata sampai ketemu besok, Sunbae. Setelah mengatakan itu, Seol Ri masuk ke bisnya. Jin Eon memegangi pipinya bekas dicium Seol Ri. Bis Seol Ri pun melaju.


Jin Eon mengikuti Seol Ri dengan taksi. Seol Ri tak menyadarinya. Seol Ri duduk di bis dengan wajah sedih.


Hae Gang melajukan mobilnya dengan wajah terluka. Ingatannya tentang surat cerai yang ia temukan di tas Jin Eon, juga tentang Jin Eon yang menolak ciumannya dan Jin Eon yang memakaikan sepatunya untuk Seol Ri, membekas di benaknya.


Seol Ri hampir tiba di rumahnya. Tanpa ia sadari, Jin Eon mengikutinya. Tangan Jin Eon menggendong kardus Seol Ri yang ketinggalan di halte. Seorang Ajumma tetangga Seol Ri memanggil Seol Ri. Ajumma itu menyuruh Seol Ri mengambil kimbab dan susu. Seol Ri minta soju. Ajumma itu bertanya, apa Seol Ri sedang kesal?

"Hari ini aku ditolak dua kali oleh pria yang paling kusukai." ucap Seol Ri.

"Aigoo, bagaimana bisa dia menolakmu? Apa matanya sudah buta? Sudah jangan pikirkan hal itu. Akan kuambilkan soju untukmu." jawab Ajumma itu lalu pergi.

"Benar, aku bodoh."  rutuk Seol Ri.

Hae Gang tiba di depan rumah Seol Ri. Ia mencari Seol Ri, tapi Seol Ri tidak ada.

Ajumma itu datang dan memberikan beberapa makanan untuk Seol Ri. Seol Ri khawatir Ajumma itu bangkrut karena membelinya terlalu banyak. Dari kejauhan, Jin Eon terus menatap Seol Ri.

Hae Gang hendak masuk ke mobilnya. Tepat saat itu Seol Ri muncul. Hae Gang tidak jadi masuk ke mobilnya. Matanya menatap tajam Seol Ri. Saat ia mau menghampiri Seol Ri, Jin Eon muncul membuatnya kaget.

"Sunbae." ucap Seol Ri kaget.


"Ini. Ambillah." jawab Jin Eon sambil menyerahkan kotak Seol Ri.

Setelah itu, Jin Eon pergi. Tapi Seol Ri menahannya. Seol Ri mengajak Jin Eon minum soju. Jin Eon diam saja. Seol Ri meletakkan kotaknya dibawah, lalu memeluk Jin Eon. Jin Eon semakin bimbang. Hae Gang kaget.

"Jangan pergi." pinta Seol Ri. Jin Eon kaget.


Bersambung ke episode 4

Komentar :

Kang Seol Ri, menurutku dia gadis yang baik. Hanya saja dia jatuh cinta pada orang yang salah. Dia jatuh cinta pada pria yang sudah beristri, ditambah dengan Jin Eon yang merespon perasaannya. Membuat dia tidak mau kehilangan Jin Eon dan menjadi egois. Seandainya saja, Jin Eon tidak meresponnya.

Jin Eon, menurutku dia salah paham. Mengira Hae Gang wanita yang ambisius. Saat dia menolak menjalankan perusahaan, Hae Gang berkata akan mengambil alih perusahaan untuk Jin Eon. Tapi Jin Eon salah paham dengan perkataan Hae Gang. Padahal semua yang dikatakan Hae Gang itu benar. Jin Eon juga menyalahkan Hae Gang atas kematian putri mereka. Mengira Hae Gang tak peduli pada Eun Sol. Ibu mana sih yang tidak terluka kehilangan anaknya? Hae Gang jelas terluka, tapi dia tidak seperti Jin Eon yang berlarut2 dalam kesedihan.

Aku juga penasaran dengan hubungan Tuan Choi dan Nyonya Kim. Tuan Choi mendapat cedera di kakinya saat naik gunung bersama seorang temannya. Tapi ia kembali sendirian. Lalu Nyonya Choi berkata tidak mau membuat dosa lagi. Cukup sekali dia membuat dosa pada ayah dari anak2nya. Mungkinkah di masa lalu mereka punya affair? Dan cedera yang didapat Tuan Choi bukan karena naik gunung? Aku curiga ayahnya Hae Gang lah yang mematahkan kaki Tuan Choi karena mengetahui perselingkuhan mereka.

Dan kenapa Hae Gang-Yong Gi bisa terpisah? Mungkin saja ibu mertuanya Nyonya Kim mengetahui perselingkuhan itu, lalu membawa kabur Yong Gi. Sebenarnya dia ingin membawa kabur Hae Gang juga, tapi entah bagaimana ceritanya dia hanya bisa membawa Yong Gi.

Post a Comment

1 Comments

  1. Jadi, curiga kayaknya ayah kandungnya Hae Gang dan Yong Gi, Tuan Baek.

    ReplyDelete