I Have a Lover Ep 41 Part 1

Sebelumnya...


Jin Eon terkejut melihat ayahnya yang masuk ke ruangan Hae Gang. Sementara itu, Hae Gang tengah menatap rekaman yang bisa membuktikan kesalahan Presdir Choi di ponsel lamanya. Tak lama kemudian, Seketaris Shin memberitahu Hae Gang soal kedatangan Presdir Choi. Seketaris Shin pun bingung karena Hae Gang tak kunjung memberi jawaban. Presdir Choi mau langsung masuk saja. Tepat saat itu, terdengar suara Hae Gang yang menyuruh Presdir Choi masuk ke ruangannya. Presdir Choi pun masuk ke ruangan Hae Gang, namun sebelum itu ia menyuruh Seketaris Shin pergi terlebih dahulu.

Begitu masuk ke ruangan Hae Gang, Presdir Choi dikejutkan dengan rekaman suaranya yang berasal dari ponsel lama Hae Gang.

“Aku membayar setiap penguji dengan 100 juta, jadi ketahuilah itu. Aku menyerahkan informasi mengenai Farmasi Mido kepada Jaksa Yoon, jadi mereka akan segera menyelidikinya. Harga saham mereka sudah turun karena gossip yang aku sebarkan, jadi CEO dari Mido tidak akan bertahan lama.” Ucap Presdir Choi.

“Aku menuntut CEO Shin Il Sang atas pencemaran nama baik seperti yang kau perintahkan.” Jawab Hae Gang.

“Jadi sekarang kita hanya harus membuat para peneliti diam.” Ucap Presdir Choi.

“Apa rencanamu?” tanya Hae Gang.


Tepat saat itu Jin Eon mendekat ke arah ruangan Hae Gang.

“Supir Kim akan membawa Zolpidem ke rumahnya. “ jawab Presdir Choi.


Hae Gang pun mematikan rekamannya. Presdir Choi langsung membentak Hae Gang, Apa yang kau lakukan!

“Seharusnya aku yang menanyakan hal itu. Apa yang sudah kau lakukan padaku, Presdir Choi Man Ho!” jawab Hae Gang.

“Aku berencana menjadikanmu sebagai pewarisku. Dan aku melatihmu juga mengetesmu dan membuatmu menjadi lebih kuat. Aku menganggapmu adalah takdirku, harapanku dan kerja akhir yang aku tinggalkan…. Aku menganggapmu…”

“Pewarismu? Takdirmu?” Hae Gang memotong ucapan Presdir Choi, “Bagaimana bisa kau mengucapkan kata2 itu? Cepat, lepaskan topengmu sekarang!”

“Orang yang memakai topeng, lepaskan sekarang. Meskipun aku melepasnya, kau tidak akan mempercayaiku, kan? Kau merekamnya, kau menentangku diam2… aku membesarkan seekor harimau. Aku berinvestasi pada orang yang salah.” Jawab Presdir Choi.


“Kau membunuhnya tanpa sepengetahuan siapapun.  Investasi sembarang yang membuat anak temanmu menjadi seperti ini sebagai hasilnya. Kalau aku menjadi busuk, aku bahkan tidak bisa memberi penghormatan padanya, apa yang akan ayahku pikirkan tentang aku Presdir? Anaknya yang menjadi anjing pemburu yang dimanfaatkan oleh seorang pembunuh? Anak yang telah mengambil obat milik orang lain dan hidup seperti tidak terjadi apa-apa. Kenapa kau melakukan itu padaku? Kenapa kau membuat aku mengurus masalah Farmasi Mi Do? Untuk menjadikan aku seseorang sepertimu? Apa kau membuat aku seperti itu supaya kau bisa membersihkan dosa-dosamu? Anakku terbunuh. Jadi aku membunuh anakku sendiri, Presdir. Kau membunuh ayahku dan aku membunuh anakku sendiri dan aku… bagaimana kau bisa melakukan itu padaku?” teriak Hae Gang.


Jin Eon yang tidak tahan mendengar pertengkaran itu pun akhirnya beranjak pergi.


“Aku tidak membunuhnya. Bukan aku, aku tidak membunuhnya. Ayahmu memotongnya, Ji Hoon yang memotong talinya.” Ucap Presdir Choi.

“Tidak. Karena tidak ada saksi, ataupun bukti dan batas hukumnya telah kadaluwarsa, itu bukan berarti bukan pembunuhan, tapi pembunuhan yang tidak tertangkap!” jawab Hae Gang.

“Aku tidak membunuhnya! Percayalah padaku!” pinta Presdir Choi.


“Aku akan menangkapmu dengan sesuatu yang lain. Aku bisa menangkapmu dengan sesuatu yang lain yang belum kadaluwarsa, Presdir.” Jawab Hae Gang.

“Apa maksudmu, Farmasi Mido? Kalau aku tertangkap, maka kau juga akan tertangkap.” Ucap Presdir Choi.

“Aku bersiap melakukan itu.” jawab Hae Gang.


Presdir Choi pun terpengarah, Lalu bagaimana dengan anakku? Bagaimana dengan Jin Eon? Dia sudah kehilangan anaknya, dan sekarang dia akan kehilanganmu dan kehilangan ayahnya juga! Apa kau tidak memikirkan dirinya? Aku harus melindungi anakku, aku harus melindungi hidup anakku. Dan juga, aku ingin melindungimu, aku ingin melindungi hidupmu. Jadi tenanglah dan luangkan waktu untuk memikirkannya. Yang terpenting adalah, siapa yang lebih penting. Siapa yang harus kau lindungi.

Hae Gang pun menghela napas kecewa.

“Kau mencurinya dan selalu mengatakan bahwa kau melindunginya, benarkan? Presdir, yang ingin kau lindungi bukanlah anakmu atau aku, tapi hanya dirimu sendiri dan farmasi Cheon Nyeon. Kalau kau tidak melepaskan topengmu, yang tersisa hanyalah pembunuh dan pencuri licik. Bayarlah dosa-dosamu, Presdir Choi Man Ho!” tegas Hae Gang.

Presdir Choi pun menatap lirih Hae Gang.


Jin Eon yang sudah kembali ke ruangannya, tidak tahu harus berbuat apa. Ia menyentuh papan namanya, kemudian teringat kata2 Hae Gang tentang ayahnya yang sudah membunuh ayah Hae Gang dan tentang Hae Gang yang sudah membunuh putri mereka, Eun Sol. Jin Eon menjatuhkan papan namanya di meja. Sorot matanya terlihat lirih.


Kembali ke Presdir Choi—yang bertanya apa Hae Gang akan menentangnya sampai akhir tanpa memperdulikan perasaan Jin Eon. Hae Gang pun menjawab dengan tegas bahwa Jin Eon sudah tahu kalau mereka tidak akan pernah bisa bersama.

“Dia akan berjalan di jalannya sendiri. Jadi, sebaiknya kau lebih baik tidak bersembunyi secara pengecut dibelakang anakmu.” Ucap Hae Gang.

“Dia bilang karena dia tidak bisa membunuhku, maka dia yang harus mati.” Jawab Presdir Choi.

Hae Gang terkejut, Apa kau bilang?


“Kalau kau membuat aku menjadi pembunuh yang membunuh ayahmu, anakku akan mati. Kau harus mempercayai kata-kataku supaya dia percaya padaku. Seperti yang kau katakan, tidak ada bukti maupun saksi. Yang ada hanyalah ingatanku saja. Aku akan mengatakannya lagi, tapi dalam ingatanku, aku tidak membunuh Ji Hoon.” Jawab Presdir Choi.

“Kau mungkin ingin mempercayai itu.” ucap Hae Gang. Matanya tampak mulai berkaca2.

“Kau juga tidak mempercayai apa yang kau katakan. Jin Eon bergantung pada tali yang rusak, apa kau akan memotongnya? Atau kalau tidak, apa kau akan membiarkan dia memotongnya sendiri?” tanya Presdir Choi.

Hae Gang pun terdiam.


“Kenapa kau tidak bisa memutuskan?” tanya Presdir Choi sembari menyita ponsel lama Hae Gang.

“Apakah itu keputusan yang sulit? Kalau begitu, aku akan melakukannya untukmu. Jangan lemparkan padaku, mulailah menyingkirkan Min Tae Seok. Dan saat cuaca hangat, menikahlah dengan Jin Eon saat musim semi. Aku akan menemuimu lagi.” Ucap Presdir Choi.


Namun, saat mau meninggalkan ruangan Hae Gang, Presdir Choi terkejut karena Hae Gang sudah memindahkan rekaman itu ke laptopnya. Presdir Choi pun marah, sementara Hae Gang tersenyum evil ke arah Presdir Choi.


Lee Jung Man tampak duduk di ruang interogasi. Yong Gi yang melihat Lee Jung Man dari kaca luar pun membenarkan bahwa Lee Jung Man adalah pria yang berusaha membunuhnya. Yong Gi lantas bertanya, apa pria itu juga berusaha membunuh eonni nya?

“Aku tidak tahu kalau dia berusaha membunuhnya, tapi dia mengikutinya dan memiliki pisau di lokasi kejadian, dia sedang tersudut sekarang.” jawab polisi yang mendampingi Yong Gi.


Tiba2 saja, Lee Jung Man menatap ke arahnya. Yong Gi panic, ia langsung menutupi wajahnya dengan tangannya.

“Di-di-dia tidak bisa melihatku dari sana kan?” tanya Yong Gi.

“Tentu saja tidak, dia tidak bisa melihatmu sama sekali, jadi jangan khawatir.” Jawab polisi


“Dia adalah orang yang juga membunuh ayah dari anakku. Min Tae Seok menyelidikinya dan dia membunuhnya. Kau harus menangkap Min Tae Seok juga, Detektif. Min Tae Seok bukan saksi mata, dia tersangka, dia pelakunya!” ucap Yong Gi.

“Sekarang, yang kami miliki hanyalah situasi, tapi kami tidak punya bukti yang menghubungkan mereka berdua. Tapi kalau kami terus menyelidiki, sesuatu mungkin akan diketahui.” Jawab polisi.

“Menghubungkan mereka?” tanya Yong Gi kaget.



Sementara diluar, polisi lainnya sedang meminta keterangan Tae Seok. Polisi ingin tahu kenapa Tae Seok bisa mengatakan itu ulahnya Lee Jung Man, karena menurut pernyataan Yong Gi, Kim Sun Yong dibunuh oleh Lee Jung Man karena masalah Pudoxin. Polisi juga menyinggung tentang Seok yang mengalami kekerasan di Cheon Nyeon Farmasi.


“Kalau begitu, kalau kekerasan terjadi di depan kantor gubernur, maka gubernur pelakunya, kalau terjadi di istana biru, maka presiden pelakunya? Bukankah aku mengatakan padamu bahwa aku tidak mengenalnya? Aku belum pernah bertemu dengan pria itu sebelumnya. Kau membuat aku datang kesini dua kali karena ketidaksengajaan yang terjadi sebelumnya. Seperti yang kau tahu, Kim Sun Yong dan Dokgo Yong Gi adalah pembuka rahasia perusahaan kami. Mereka mengatakan cerita yang tidak benar atau dipastikan supaya mereka bisa mendapatkan uang. Apakah kau menghindari kotoran karena kau takut?” ucap Tae Seok.

Tepat saat itu, Yong Gi pun keluar dari bilik interogasi dan melintas di belakang Tae Seok. Langkahnya pun langsung berhenti ketika ia mendengar pernyataan Tae Seok.

“Kau menghindarinya karena itu kotor. Kim Sun Yong adalah pencuri dan berjudi dengan memakai uang perusahaan sebesar 600 juta. Bagaimana sampah seperti itu menjadi orang yang baik? Terlebih lagi, Dokgo Yong Gi juga mengambil 200 juta won dariku. Mereka tahu dengan baik bahwa nama baik farmasi adalah nyawa dari perusahaan. Siapa orang baik dan siapa yang pembuka rahasia? Mereka adalah orang yang menjelek-jelekkan perusahaan. Itulah warna asli mereka. Sampah yang tidak punya bakat apapun.” Ucap Tae Seok lagi.



Yong Gi pun geram mendengarnya. Ia lalu mendekati Tae Seok. Tae Seok terkejut dan langsung celingak celinguk seperti mencari seseorang.

“Ada apa? Apa kau mencari adikmu? Haruskah aku menelpon Gyu Seok?” ancam Yong Gi.


Wajah Tae Seok seketika berubah tegang. Ingatannya langsung melayang pada kata2 Gyu Seok yang intinya mau melindungi Yong Gi darinya. Tae Seok kemudian bangkit dari duduknya dan mengajak Yong Gi bicara di suatu tempat.

“Karena Lee Jeong Man ditahan, aku mungkin tidak akan menghilang kalau aku pergi bersamamu. Kau tidak akan membunuhku, kan?” sindir Yong Gi.

Yong Gi lalu melihat dua detektif di depannya.

“Detektif Kang, Detektif Oh, kalau aku menghilang atau mati hari ini, orang inilah pelakunya, jadi pastikan untuk menangkapnya.” Ucap Yong Gi.



Tae Seok memesan private room di sebuah restoran agar ia bisa bicara berdua dengan Yong Gi. Tae Seok meminta pelayan melarang siapapun masuk ke ruangan itu. Begitu pelayan pergi, Tae Seok langsung berdiri dan mendekatkan wajahnya ke Yong Gi. Tae Seok bahkan juga merampas ponsel Yong Gi.

“Tidak ada telpon, rekaman bahkan adik, Dokgo Yong Gi-ssi.” Ucap Tae Seok.

“Seseorang yang sangat mengkhawatirkan adiknya, bisakah menjadi seseorang yang memukul dengan tongkat baseball?” tanya Yong Gi.

“Adikku segalanya bagiku, Yong Gi.” jawab Tae Seok.

“Kau mengatasi sesuatu yang tidak bisa kau tangani dengan membunuh.” Ucap Yong Gi.


“Aku membesarkan anak itu sejak aku berumur 14 tahun. Aku tidak bisa meninggalkannya sendirian, maka aku bahkan membawanya ke sekolah. Aku belajar sambil menggendongnya. Aku memberikan obat flu anak-anak dan masuk ke kelas.” Jawab Tae Seok.


“Kami hanya menginginkan kebenaran. Kebenaran yang melindungi orang-orang, kebenaran yang melindungi dunia. Apakah membenarkan sesuatu yang dikacaukan seseorang membahayakan dan buruk bagi orang sepertimu? Yang dilakukannya hanyalah memberitahumu bahwa ada kesalahan.” Ucap Yong Gi.

“Tapi Yong Gi, anak itu jenius. Dia sangat cerdas sampai aku harus bertarung demi dirinya setiap hari. Karena aku tidak mau dia jadi orang yang biasa-biasa saja karena keterbatasan kemampuanku. Tapi sekarang, pria itu telah menjadi peneliti tingkat dunia. Jadi menyingkirlah darinya saat aku masih mengatakannya dengan baik-baik, Dokgo Yong Gi. Gyu Seok ku akan menjadi lebih hebat. Tidak seperti kau, dia harus bertemu dengan wanita yang sesuai dengan levelnya.” Jawab Tae Seok.


“Kau membunuhnya. Ayah Woo Joo, kau membunuhnya, benarkan? Dengan kejam, tanpa belas kasihan. Untuk menutupi kesalahanmu, untuk mengubur kebohonganmu. Kenapa kau tidak mengatakan kau berbuat kesalahan? Kenapa kau berbuat dosa tapi tidak tahu kau adalah pendosa? Bagaimana kau bisa tenang-tenang saja? Bagaimana kau bisa berani sekali?” ucap Yong Gi.

“Jadi? Apa kau akan menjauh dari adikku atau tidak? Dia tidak menyukaimu, apa kau tahu itu? Dia mau, karena aku, dia mau demi aku. Seperti orang bodoh bertanggung jawab padamu, itu bukan karena dia menyukaimu. Aku peringatkan kau untuk yang terakhir kalinya, kalau kau menyandera adikku, maka aku akan menyandera anakmu, mengerti?” ancam Tae Seok.


Yong Gi emosi, ia menyiramkan air ke wajah Tae Seok.

“Kalau kau ingin melindungi anakmu, maka pergilah diam-diam, mengerti. Kalau kau tetap diam, maka kau dan anakmu akan selamat selamanya.” Ancam Tae Seok.


Seol Ri tertegun membaca tulisan Jin Eon di penyangga tangan Seok. Seol Ri ingin tahu apa yang kakaknya itu lakukan dengan Jin Eon. Seok pun berkata mereka hanya membaca komik selama dua jam dan setelah itu Jin Eon pergi.


“Apakah itu berhasil?” tanya Seol Ri.

“Apa yang harus kulakukan pada orang yang datang dan membawakan komik? Dia yang pertama kali mengulurkan tangannya, bagaimana aku bisa menolaknya? Dia bahkan bilang akan membelikan aku drone.” Jawab Seok.


“Dia bilang dia bersalah. Do Hae Gang meminta maaf karena dia bersalah padaku.” Ucap Seol Ri.

Seok pun tersenyum,  Itu bagus, sekarang hanya tinggal kau untuk meminta maaf. Saat seseorang mengulurkan tangannya padaku, saat kau memikirkannya, itu adalah masalah besar. Terutama kalau tangannya terluka.” Jawab Seok.


Seol Ri pun terdiam.


“Karena itu adalah tangan yang menghilangkan kesedihan mereka, rasa malu, frustasi atau sifat alami mereka. Tangan yang terluka yang memegang masa lalu mereka. Maksudku itu memerlukan banyak keberanian. Sekarang giliranmu untuk mengumpulkan keberanianmu, Kang Seol Ri.” Ucap Seok.


Jin Eon tengah tertidur di mobilnya ketika Hae Gang menghubunginya. Namun ia tak menjawabnya, tapi malah keluar dari mobilnya dengan mata basah.

Hae Gang yang cemas, mendatangi ruangan Jin Eon. Ia terkejut melihat papan nama Jin Eon yang jatuh di meja. Hae Gang kemudian membetulkan letak posisi papan nama Jin Eon dan menemukan dokumen yang berisi pekerja kontrak. Kata2 Presdir Choi lantas terngiang di telinganya, bahwa Jin Eon yang memilih mati karena tidak bisa membunuh Presdir Choi. Hae Gang pun membeku. Ingatannya kemudian melayang pada kata2 Jin Eon.


“Aku mencintaimu, aku mencintaimu Do Hae Gang. Ini adalah pengakuan terakhir dalam hidupku. Di kehidupan kita selanjutnya, kalau kita bertemu lagi, mari kita hidup dengan bahagia saat itu.” ucap Jin Eon.

Hae Gang lantas kembali menghubungi Jin Eon. Tapi sudah jelas, tidak ada jawaban karena Jin Eon meninggalkan ponselnya di mobil.


Jin Eon sendiri menyusuri sepanjang jalan dengan tatapan pedih. Ia bahkan tak sadar kalau dirinya berpapasan dengan Shin Kyung Woo. Shin Kyung Woo kemudian mengikuti Jin Eon.


Jin Eon duduk di depan sebuah mini café, masih dengan tatapan pedihnya. Tak lama kemudian, Shin Kyung Woo datang. Ia menyodorkan minuman pada Jin Eon, lalu duduk di hadapan Jin Eon.

“Kenapa tidak pakai sarung tangan?” tanya Jin Eon saat melihat Shin Kyung Woo yang mengusap2 kedua tangan karena kedinginan.

“Lihatlah siapa yang bicara.” Sindir Shin Kyung Woo.

Jin Eon pun diam. Ia kemudian meraih botol minuman yang disodorkan Shin Kyung Woo padanya dengan tangan gemetar.

“Kalau kau tidak mau mati kedinginan, masuklah ke dalam.” Ucap Shin Kyung Woo.

“Baiklah.” Jawab Jin Eon.

“Aku dapat bayaran dari pekerjaanku. Apa kau mau makan ramen pedas?” tanya Kyung Woo.


Hae Gang yang baru saja tiba di parkiran pun terkejut melihat mobil Jin Eon yang masih terparkir di sana. Hae Gang pun mengecek mobil Jin Eon, ia semakin terkejut saat melihat ponsel Jin Eon di dalam. Hae Gang pun berusaha membuka pintu mobil Jin Eon, namun terkunci. Hae Gang langsung cemas.


Sementara itu, Kyung Woo tampak menyantap ramennya dengan lahap. Jin Eon tidak makan, ia hanya menatap Kyung Woo dengan tatapan terluka.

“Apa yang kau lihat?” tanya Kyung Woo begitu sadar Jin Eon tengah memperhatikannya.

“Kau.” jawab Jin Eon.

“Jadi, kenapa kau melihatku?” tanya Kyung Woo.

“Karena aku melihat diriku sendiri di dirimu.” Jawab Jin Eon.

“Apa?” heran Kyung Woo.

“Ramenmu akan mengembang, cepatlah dimakan.” Ucap Jin Eon.


“Kenapa kau menangis waktu itu?” tanya Kyung Woo.

“Karena ayahku.” Jawab Jin Eon.

“Ada apa dengan ayahmu?” tanya Kyung Woo.

“Dia melakukan sesuatu yang tidak termaafkan.” Jawab Jin Eon.

“Tapi ayahmu mungkin bukan pembunuh. Ayah orang lain yang pembunuh, jadi jangan cengeng. Ada seseorang di dunia ini yang tidak bisa mengatasi ayahnya.” ucap Kyung Woo.


“Kalau kau tidak bisa memaafkan ayahmu, apa yang akan kau lakukan?” tanya Jin Eon.

“Aku tidak tahu. Kalau aku tahu, aku tidak akan berharap mati setiap kali aku memikirkan ayahku. Kalau bukan karena ibu atau adikku, aku pasti sudah mati. Kalau aku mati, aku rasa ibu dan adikku akan mati juga. Jadi itu sebabnya aku menahannya dan berusaha yang terbaik untuk hidup.  Kalau seseorang seperti aku bisa bertahan hidup, kau juga seharusnya bisa. Tahanlah, dan lakukan yang terbaik untuk hidup.” jawab Kyung Woo.


Jin Eon pun tertegun mendengar jawaban Shin Kyung Woo.


Hae Gang yang cemas akhirnya menghubungi Nyonya Hong. Nyonya Hong berkata, bahwa Jin Eon belum pulang. Hae Gang semakin cemas.  Hae Gang lantas memberitahu Nyonya Hong bahwa Jin Eon sudah lama meninggalkan kantor dan tidak membawa mobil atau pun ponsel. Ditambah dengan Hyun Woo yang belum mendengar kabar dari Jin Eon.

“Apa? Apa terjadi sesuatu pada Jin Eon? Memang terjadi sesuatu, benarkan? Kalau kau sampai menelponku, pasti ada yang tidak beres. Apa itu? Tidak, temui aku, dimana kau sekarang?” tanya Nyonya Hong.

“Di kantor.” jawab Hae Gang.

“Kalau begitu, mari kita bertemu 30 menit lagi di kantormu.” Ucap Nyonya Hong.


Nyonya Hong menarik ujung bibirnya saat membaca papan nama Hae Gang. Tak lama kemudian, Hae Gang datang membawakan jus untuk Nyonya Hong.

“Tidak ada anggur, silahkan minum saja jus jeruk.” Ucap Hae Gang.

“Minum saja apapun yang kau berikan?” tanya Nyonya Hong.

“Ibu bilang ibu haus, silahkan diminum.” Ucap Hae Gang.

“Itu, itu, itu...nada memerintah itu. Bisakah kau berbicara manis dan ramah? Dan mata itu, aku tidak tahu tentang yang lain, tapi seleranya soal wanita tidak sama seperti ayahnya. Bagaimanapun aku melihatnya, kau itu seperti tongkat kayu. Apa hebatnya dirimu, sampai yang dia bicarakan hanyalah Hae Gang begini, Hae Gang begitu.” cerocos Nyonya Hong.

Sementara Hae Gang hanya diam saja sembari mengamati wajah Nyonya Hong. Ia teringat kata2 Presdir Choi tentang demensia yang diidap Nyonya Hong.

“Kau juga tidak menyukaiku, benarkan? Dan aku mengganggumu?” tanya Nyonya Hong.

“Tidak, aku menyukaimu.” Jawab Hae Gang.

“Apa? Benarkah? Aku? Kenapa?” tanya Nyonya Hong heran.

“Kau selalu mengatakan kau tidak menyukaiku, tapi kau selalu berbincang-bincang denganku dan mengunjungi aku. Kau bilang kau membenciku, tapi sesaat kemudian kau berada di pihakku.” Jawab Hae Gang.

“Jadi kau mengetahuinya. Aku hanya menjadi ibu mertuamu karena aku menyesuaikan kau seperti es krim yang meleleh atau menaruh minyak di tongkat kayu. Kau tahu itu juga kan? Kau dinding besi dan tidak mudah puas, teliti, kaku dan tidak berperikemanusiaan.” Ucap Nyonya Hong.

Hae Gang, Ya


“Yah, selain kepribadianmu, aku sebenarnya menyukaimu. Kau tidak tahu ini, tapi saat aku bersama dengan teman-temanku, aku sangat membanggakanmu. Dan bepergian bersamamu membuat aku merasa senang. Aku menyukainya, tapi kau tidak suka bepergian bersamaku kan? Tidak pernah kau yang mengundangku duluan, selalu aku yang harus pergi duluan. Lupakan saja sekarang. Tapi nanti kalau aku sudah tua dan sakit-sakitan, jangan biarkan aku mengurus rumah. Kau sebaiknya tidak menelantarkan aku kalau aku terkena Alzheimer.” Ucap Nyonya Hong.


Tangis Hae Gang pecah, ia pun langsung mengalihkan pandangannya. Tepat saat itu, penyakit Nyonya Hong kambuh. Ia tak mampu mendekatkan gelas ke bibirnya. Dan tiba2 saja, gelas itu merosot dari tangannya dan jatuh. Hae Gang pun terkejut.

“Kenapa aku tiba-tiba seperti ini?” tanya Nyonya Hong bingung.

Nyonya Hong kemudian berseru, Kamar kecil, aku akan mengelap jusnya.

“Pergilah denganku.” Ajak Hae Gang.

“Aku sendiri...sendiri, kamar kecil....” gumam Nyonya Hong.


Namun, penyakit Nyonya Hong semakin parah. Ia hanya berdiri mematung di depan cermin dengan keran yang dibiarkan terbuka. Hae Gang tak kuasa membendung kesedihannya. Hae Gang kemudian mendekati Nyonya Hong. Ia mematikan kerannya dan itu membuat Nyonya Hong tersadar.

“Hae Gang-ah.” Panggil Nyonya Hong.

Hae Gang : Iya, Ibu?

“Aku kedinginan, Hae Gang-ah.” Ucap Nyonya Hong.


Dan Hae Gang pun langsung melepaskan jaketnya dan memakaikan jaketnya ke Nyonya Hong.

“Mari kita makan, ayo kita makan. Aku lapar, Hae Gang-ah.” Rengek Nyonya Hong.


Di parkiran, Jin Eon yang sudah kembali ke mobilnya menatap ke arah mobil Hae Gang dengan tatapan lirih. Jin Eon lantas teringat kata2 Hae Gang tentang Hae Gang yang akan membuat Presdir Choi membayar semua dosa2 itu.

Jin Eon lantas memasang seatbelt nya. Ia mau pergi, namun bersamaan dengan itu ia melihat Hae Gang yang keluar dari kantor sambil memapah ibunya. Hae Gang mengajak Nyonya Hong makan di rumahnya.


Jin Eon langsung menghampiri mereka. Ia mengambil jaket Hae Gang di tubuh ibunya dan memakaikan jaketnya ke tubuh ibunya. Hae Gang memberitahu Jin Eon bahwa ia mau mengajak Nyonya Hong ke rumahnya, tapi Jin Eon…. dia mulai bersikap dingin pada Hae Gang.  Hae Gang jelas terpengarah.

“Jalanannya licin karena es, berhati-hatilah menyetir.” Ucap Jin Eon.

Jin Eon lantas membawa ibunya pergi. Hae Gang bicara lagi. Ia takut Nyonya Hong sakit kalau Jin Eon membawa Nyonya Hong pulang dalam keadaan seperti itu, tapi Jin Eon berkata kalau semua itu bukan urusan Hae Gang.

“Jangan melihat kebelakang. Jangan mengkhawatirkan aku dan lakukan apa yang harus kau lakukan, jangan ragu karena aku. Kau pergi kemana kau harus pergi dan aku akan pergi dengan jalanku. Seperti astronot yang membawa oksigen dipunggung masing-masing. Kau jalani hidupmu sendiri, dan aku akan menjalani hidupku. Kau bisa terkena flu, cepatlah masuk ke dalam mobilmu.” Ucap Jin Eon.

Jin Eon pun beranjak pergi. Hae Gang terpaku menatap kepergian Jin Eon.


Yong Gi sakit!! Suhu tubuhnya sangat tinggi, tapi ia menolak di bawa ke rumah sakit.  Ia hanya meminta Nyonya Kim membelikannya obat penurun panas saja. Nyonya Kim menyuruh Woo Joo memanggil Gyu Seok. Yong Gi juga melarangnya, ia mengaku bahwa dirinya baik2 saja dan hanya meminta dibelikan obat.

“Apa gunanya ibu berada di dekatmu? Apa ibu tidak lebih baik dari orang-orangan sawah? Kalau kau tidak mencari ibumu saat kau sakit, lalu kapan kau berencana melakukannya?” omel Nyonya Kim.


Gyu Seok pun langsung memeriksa Yong Gi. Nyonya Kim terheran2 melihat Gyu Seok datang bersama Woo Joo memakai masker. Gyu Seok pun beralasan karena flu sedang mewabah jadi tidak baik menularkannya pada orang lain.

“Aku sudah bilang kalau aku sakit, kenapa kau memperlakukan aku seperti pembawa virus. Aku tidak memerlukan siapapun, jadi pergi sajalah, keluar.” Ucap Yong Gi kesal.

“Ibu, aku tidak harus pergi kan?” tanya Woo Joo.

“Kau juga pergilah.” Jawab Yong Gi.

“Ibu juga tidak memerlukan aku?” tanya Woo Joo sedih.

“Itu karena gadis kecilku tidak boleh terkena flu. Flu ini sangat, sangatlah buruk, cepatlah pergi. Aku pikir lebih baik kalau Woo Joo juga pergi.” Jawab Yong Gi.


Nyonya Kim lantas mengajak Woo Joo pergi membuatkan bubur abalone untuk Yong Gi.

Setelah mereka pergi, Gyu Seok pun langsung memeriksa Yong Gi. Yong Gi hanya terdiam ketakutan sambil menatap Gyu Seok dan teringat ancaman Tae Seok. Saat Gyu Seok menyuruhnya membuka mulut, Yong Gi diam saja.
“Apa yang kau lakukan, Dokgo Yong Gi-ssi?” tanya Gyu Seok.

“Aku baik-baik saja, jadi pergilah.” Suruh Yong Gi. Tapi Gyu Seok malam melepaskan kacamata Yong Gi.

“Apa yang kau lakukan melepas kacamata orang lain?” protes Yong Gi.

“Aku terlihat seperti daging kuning, benarkan? Hidungku dan mulutku terlihat kabur. Jangan gugup karena aku, buka mulutmu dan katakan, ahh. Aku dokter dan kau adalah pasien.” Jawab Gyu Seok.

“Tapi mulai sekarang, kita tidak akan lebih dan tidak akan kurang daripada itu. Jadi pikiran bodoh yang ada dalam pikiranmu. Hentikan sekarang, Min Gyu Seok. Siapa yang gugup? Lihatlah, ahhh….”

Yong Gi lantas membuka mulutnya untuk membuktikan bahwa ia tidak gugup.

“Amandelmu sangat bengkak.” Ucap Gyu Seok. Gyu Seok lantas memeriksa badan Yong Gi dengan stetoskopnya.

“Aku berpikir untuk pergi ke Amerika bersama Woo Joo. Bisakah kau mengirimkan email kesana Profesor?” ucap Yong Gi membuat Gyu Seok tertegun.

Jaksa Kim tengah mendengarkan rekaman pembicaraan Presdir Choi dan Hae Gang. Hae Gang mengungkapkan bahwa Presdir Choi yang merencanakan dan memberi perintah. Ia juga berkata, seseorang yang membawa Zolpidem/obat tidur adalah sopir pribadi Presdir Choi. Hae Gang pun meminta Jaksa Kim menyelidiki masalah itu sampai selesai.

“Orang yang akan mendapat hukuman bukan hanya Presdir Choi Man Ho saja. Sumpah palsu saja akan membuat ijin pengacara Wakil Presdir Do dicabut. Apa kau akan baik-baik saja?” tanya Jaksa Kim.

“Aku bersiap untuk itu.” jawab Hae Gang enteng.

“Karena kau dengan mudah mengetahuinya, kau mengambil angin dari kapalku. Ini pertama kalinya aku makan seperti ini selama menjadi jaksa. Aku ingin tahu apakah aku bisa menerima ini. Tapi, kenapa kau melakukan sejauh ini pada pemilik perusahaan, orang yang dulunya adalah ayah mertuamu?” tanya Jaksa Kim.

“Supaya aku bisa memiliki kehangatan (On Gi). Supaya aku bisa memiliki keberanian (Yong Gi) dan hidup seperti manusia.” Jawab Hae Gang.


Jaksa Kim pun bingung, Apa?

“Dimusim gugur yang dingin ini, dari surga, anakku dan ayahku melihatku, kau tahu.” ucap Hae Gang tenang.


0 Comments:

Post a Comment