My Golden Life Ep 31 Part 2

Sebelumnya...


Ji An menyerahkan sebuah amplop pada Hyuk. Ia bilang, itu untuk lampunya.

“Pegawai baru memberikanku uang. Lantas, aku harus membayarmu atas kerjamu.” Jawab Hyuk, sambil mengeluarkan amplop gaji Ji An.

“Tapi ini belum sebulan.” Ucap Ji An.

“Ini hari gajian pegawai. Aku membayarmu berdasarkan lama masa kerjamu. Termasuk upah lembur.” Jawab Hyuk.

Ji An pun senang menerimanya. Hyuk juga memuji pekerjaan Ji An.


Ji Soo berlari menuju toko roti. Bersamaan dengan itu, Hyuk juga melintas. Saat melihat Hyuk, Ji Soo memanggil Hyuk namun ia tersandung kakinya sendiri dan jatuh tepat di hadapan Hyuk.

Hyuk pun langsung membantu Ji Soo. Ji Soo meminta Hyuk mengantarkannya ke toko roti.


Ji Soo menyuruh Hyuk mengayuh dengan cepat. Hyuk mengerti. Lutut Ji Soo terluka karena jatuh tadi.


Begitu sampai di toko roti, Ji Soo pun memberitahu Boss Kang kalau Hee mau pergi dari Seoul.

Boss Kang pun secepat kilat berlari pergi sampai tidak sengaja menubruk Hyuk yang juga masuk ke toko.


Ji Soo ingin menyusul Boss Kang, tapi Hyuk menahannya karena melihat lutut Ji Soo yang luka. Ji Soo sendiri baru sadar lututnya terluka.


Hee memasukkan kopernya ke bagasi taksi. Dan saat ia membuka pintu taksi, Boss Kang pun muncul. Tapi Hee tidak peduli dan buru2 masuk ke taksi.

Boss Kang terus mengejar Hee, tapi Hee sekali lagi tidak peduli. Hee baru turun dari taksinya setelah sopir taksi memberitahunya kalau pria yang mengejar mereka jatuh pingsan.



Di toko roti, Hyuk mengobati luka Ji Soo. Tapi Ji Soo pura2 kuat.

“Mereka sudah putus, kenapa kau berlari begitu?” tanya Hyuk.

“Karena mereka tidak bisa saling melupakan. Boss Kang tidak bisa melupakannya untuk seumur hidupnya. Itu artinya Bu Sun Woo berarti baginya. Jadi, aku tidak bisa membiarkannya pergi begitu saja.” Jawab Ji Soo.

“Kau tidak bisa membaca pikiran Boss Kang.” Ucap Hyuk.

“Aku tidak bisa bilang semuanya karena itu urusannya.” Jawab Ji Soo.


Ji Soo kemudian berbisik pada Hyuk kalau Hee adalah cinta satu2nya Boss Kang. Ji Soo bercerita, kalau Hee adalah orang pertama yang tersenyum manis pada Boss Kang.

“Bagaimana bisa Boss Kang melupakan itu? Sekarang yang bisa dia lakukan hanyalah menunggunya. Pasti berat baginya.” Ucap Ji Soo.

Ji Soo lalu menoleh ke Hyuk dan terkejut menyadari jaraknya yang begitu dekat dengan Hyuk. Ia pun langsung menarik wajahnya.

“Jika ada hal mendesak lagi, hubungi aku.” Ucap Hyuk.


Hee membawa Boss Kang ke rumah sakit. Dokter bilang, Boss Kang terkena gastritis akut dan harus dirawat di rumah sakit. Tapi Boss Kang tidak mau dirawat dan meminta resepnya saja.

“Tidak. Dia akan dirawat disini.” Tegas Hee pada dokter.


Setelah dokter pergi, Hee memarahi Boss Kang. Hee bilang, Boss Kang membuat roti yang mudah dicerna tapi Boss Kang tidak mempedulikan diri sendiri. Hee juga bilang kalau Boss Kang punya gastritis sejak berusaha 20 tahun.

“Untuk apa aku peduli dengan diriku sendiri? Aku tidak punya alasan untuk menjaga tubuhku.” Jawab Boss Kang.


Tuan Sun melarang Ji An lembur. Tuan Sun bilang, itu adalah peraturan di studio kalau tidak ada yang boleh bekerja lembur di hari terima gaji.

Sun Tae bilang, Ji An harus berkumpul dengan keluarganya dan memastikan Ji An tidak melanggar peraturan.


Tuan Seo nampak termenung di perpustakaan. Setelah waktunya habis, ia meminta perpanjangan waktu lagi.


Ji Tae dapat panggilan dari Ji An. 




Setelah itu, Ji Tae menghubungi Soo A untuk memberitahu kalau ia akan pergi menemui Ji An.


Usai bicara dengan Ji Tae, Soo A menatap aplikasi di ponselnya yang menunjukkan kalau ia sudah 24 hari datang bulan. Ia pun cemas.


Hae Ja menemui Nyonya Yang di kafe untuk mencari tahu apa yang terjadi pada Tuan Seo karena Tuan Seo bilang pada suaminya mau pindah.


Ji An memberitahu Ji Tae kalau ia bekerja di perusahaan temannya.

“Kakak tidak perlu tahu kau di mana saja selama ini. Kakak hanya senang kau kembali. Serta lebih cepat pula dari dugaan kakak.” Jawab Ji Tae.

“Lebih cepat dari dugaan kakak?” tanya Ji An.

“Kau pergi ke sana berpikir bahwa kau putri mereka. Tapi itu tidak benar. Kau pasti putus asa dan luluh lantak. Orang tua kita melakukan ini kepadamu. Kakak mengerti kau tidak ingin menemui mereka. Kakak pun merasa seperti itu.” Jawab Ji Tae.

“Pasti lebih berat bagi kakak dan istri kakak. Mungkin aku seharusnya bilang sebelum pernikahan. Aku baru terpikirkan sekarang. Aku hanya tidak mau kakak membatalkan pertunangan karena orang tua kita. Kakak akan menyalahkan mereka seumur hidup. Kakak tidak akan menikah jika mengetahui itu. Kurasa istri kakak kini kesulitan.” Ucap Ji An.

“Soo A tampaknya tidak terlalu peduli. Katanya dia akan tetap menikahiku. Ibu dan ayah pulang larut, jadi, kami nyaris tidak pernah bertemu.” Jawab Ji Tae.


Ji An lalu memberikan buku desainnya dan menyuruh sang kakak memilih sebagai hadiah pernikahan.

“Apa perusahaan temanmu membuat lampu?” tanya Ji Tae senang. Ji An mengangguk.


Lalu ponsel Ji Tae berbunyi. Sebuah pesan dari sang ibu yang memberitahunya kalau sang ayah sudah menjual rumah mereka.


Setibanya di rumah, Ji Tae langsung menanyakan yang terjadi pada ibunya. Nyonya Yang mengaku, ia tahu dari Hae Ja tapi tidak tahu cerita detailnya.

Tak lama kemudian, Soo A turun ke bawah. Takut mengganggu, Soo A pun mau naik lagi tapi Nyonya Yang mengajak Soo A bicara juga. Tuan Seo kemudian pulang. Mereka pun duduk berempat membicarakan soal rumah.

“Apa ucapan Hae Ja benar? Kau meminta suaminya menjual rumah ini?” tanya Nyonya Yang.

“Aku menyuruh mereka menjual rumah ini.” Jawab Tuan Seo.

“Kenapa?” tanya Ji Tae.

“Sudah kubilang. Deposit yang kita dapatkan kembali adalah milikmu, Ji Tae. Kau mendapatkan pinjaman untuk membeli rumah ini. Jadi, lunasi utang itu atau berbuatlah sesukamu. Serta ayah sudah menyuruh ibumu mencari apartemen kecil.” Jawab Tuan Seo.

“Ayah serius?” tanya Ji Tae.

“Aku akan bergabung dengan kru pemancingan laut dalam. Semuanya sudah ditetapkan.” Jawab Tuan Seo.

“Ayah terlalu tua untuk itu.” Ucap Ji Tae.

“Ini bukan masalah usia. Ini soal kebutuhan. Saat kita kembali dari Seoul ke Busan, aku naik kapal pancing selama 18 bulan untuk membayar uang sewa.” Jawab Tuan Seo.

“Itu bertahun-tahun lalu. Kita tidak bisa berpencar seperti itu. Bagaimana dengan Ji An dan Ji Ho?” ucap Nyonya Yang.

“Ayah melakukan ini karena marah kepada kami?” tanya Ji Tae.
“Kau berencana pindah setelah dua tahun. Akankah Ji An pindah kembali kemari? Akankah Ji Ho pindah kembali kemari?” jawab Tuan Seo.

“Ini bukan tentang kami. Kami khawatir dengan ibu dan ayah. Baiklah, anggaplah ayah pergi memancing di laut dalam. Bagaimana dengan ibu?” tanya Ji Tae.

“Bukankah kau terlalu muda untuk pikun? Ayah bilang kau tidak perlu mengkhawatirkan kami. Uang sewanya murah, jadi, induk semang akan segera menemukan penyewa lainnya. Kalian semua harus bersiap.” Jawab Tuan Seo.

“Ayah sungguh akan memancing?” tanya Ji Tae.

“Ji Tae-ya, apa ayah pernah asal bicara? Kau tidak percaya semua yang ayah katakan sekarang karena ayah mengirimkan Ji An dan bukan Ji Soo.” Jawab Tuan Seo.

“Bukan itu maksudku.” Ucap Ji Tae.

“Kita pindah dan ayah akan naik perahu selama sebulan.  Akan ayah pastikan ibumu tidak butuh bantuanmu. Jadi, jangan bertanya lagi soal ini.” Jawab Tuan Seo, lalu masuk ke kamarnya.


Nyonya Yang menyusul Tuan Seo. Ia berkata, tidak bisa tinggal dengan Ji Tae dan Soo A jika Tuan Seo tidak ada.

“Jangan berani-berani tinggal dengan anak-anak kita.” Larang Tuan Seo.

“Lantas, maksudmu, aku harus hidup sendiri? Aku tidak bisa melakukan itu. Aku sudah hidup denganmu seumur hidup sampai sekarang.” Ucap Nyonya Yang.

“Kau menjalani hidupmu untukku? Dari semua orang, beraninya kau bilang begitu. Kau tidak menyadari apa yang kau lakukan kepadaku? Aku tidak mau menyebutkan itu. Jadi, jangan berpura-pura menjadi istri setia kepadaku. Akan kukirimkan berapa pun uang yang kuhasilkan di kapal. Itu bisa membayar uang sewa kita.” Jawab Tuan Seo.

“Apakah karena ucapanku saat kukirim Ji An? Aku memercayai dan bergantung kepadamu seumur hidupku. Aku tidak tahan melihat anak-anak kita menderita.” Ucap Nyonya Yang.

“Kau lebih percaya pada uang. Kau tidak percaya padaku. Jika kau merasa bersalah pada kedua putri kita dan tidak enak dengan Ji Tae dan Soo A, hanya ada satu hal yang bisa dilakukan. Hiduplah sendiri mulai sekarang. Aku akan mengirimu gajiku tepat waktu.” Jawab Tuan Seo.

Nyonya Yang hanya bisa menghela nafas atas keputusan Tuan Seo itu. Tuan Seo beranjak keluar dari kamar.


Di kamarnya pula, Ji Tae dan Soo A membahas keputusan Tuan Seo.

“Jika seseorang mau menyewa tempat ini, anggaplah kita. Kau mendapatkan pinjaman untuk membayar depositnya. Tidak bisakah kita tinggal di sini? Kita tidak bisa menyuruh Ibu pindah sendiri, tapi kita bisa menyewa kamar yang lebih kecil.” Ucap Soo A.

“Sebentar, Soo A-ya.  Kurasa terlalu dini untuk membahas itu.” Jawab Ji Tae.

“Jian-ni Aghassi, apa yang dikatakannya? Apakah dia mau pulang?” tanya Soo A.

“Tidak dalam waktu dekat.” Jawab Ji Tae.

“Dia tidak akan mau menemui Ibu.” Ucap Soo A.

Beralih ke Seohyun yang terus saja mengikuti Ji Ho yang sedang bekerja. Seohyun bahkan memberikan uang 100 ribu dollar supaya Ji Ho mau menemaninya.

“Jungjong mama, aku tidak bisa menghabiskan waktu denganmu hari ini. Jadi, aku tidak butuh uangmu.” Ucap Ji Ho.

“Tidak akan ada yang bertanya kepadaku apa yang terjadi sejak resitalku. Bagaimana bisa mereka melakukan itu? Aku seperti tidak kelihatan.” Jawab Seohyun.

“Katamu kau akan menghadapi mereka dan bertanya mereka orang tua kandungmu atau bukan.” Ucap Ji Ho.

“Aku tidak bisa melakukan itu. Ji Soo kabur dan seluruh rumah panik.” Jawab Seohyun.

“Apa maksudmu? Kakakku... dia kabur dari rumah?” tanya Ji Ho kaget.

“Kini kau mau membicarakannya? Aku di sini karena hanya kau yang bisa menjaga rahasiaku.” Jawab Seohyun sedih.

“Sudah sewajarnya saudara saling mengkhawatirkan.” Ucap Ji Ho.

“Jika itu sudah wajar, kenapa tidak ada orang di keluargaku yang memedulikanku?” tanya Seohyun.


Seohyun lalu beranjak pergi. Bukannya mencegah, Ji Ho malah membiarkan Seohyun pergi dan mengucapkan selamat tinggal. Seohyun pun jadi kesal. Ia balik lagi dan memukul Ji Ho. Haha..

“Choi-ssi, kau terlahir dengan akses uang tunai yang berkelimpahan, tapi aku harus melakukan ini agar tetap bisa bekerja di sini.” Sewot Ji Ho.

“Kau setuju bekerja paruh waktu untuk melepas stresku.” Jawab Seohyun.


Seohyun lalu mengambil daftar sepatu yang dipegang Ji Ho.

“Bisakah kau bermain bersamaku jika ini cepat selesai?” tanya Seohyun.

“Tentu. Sepakat. Lalu, aku akan memberitahumu cara mengetahui apa kau sungguh putri kandung mereka, jadi, ceritakan kepadaku soal kaburnya kakakku.” Jawab Ji Ho.

“Tidak bisa. Aku tidak diperbolehkan memberi tahu rahasia keluarga.” Ucap Seohyun.

“Jal Ga.” Jawab Ji Ho, lalu berbalik dan pergi.

“Arraseo, arraseo.” Ucap Seohyun menghentikan langkah Ji Ho.


“Tapi kalau ternyata kalian tidak ada hubungan darah, itu masalahmu.” Jawab Ji Ho.

“Apa itu?” tanya Seohyun.

“Caranya adalah melakukan tes DNA. Sains itu yang paling akurat. Tidak ada yang mengalahkannya.” Jawab Ji Ho.

“Tes DNA? Kenapa tidak terpikirkan olehku?” ucap Seohyun.

Seohyun lalu kembali mengambil daftar sepatu yang dipegang Ji Ho dan mulai membantu Ji Ho.

Sepulang bekerja, Ji Ho mengajak Seohyun ke kafe buku. Seohyun pun berkata, ia tidak suka membaca komik dan menanyakan novel klasik. Tapi Ji Ho menyuruh Seohyun membaca buku yang sudah ia ambilkan.

Ji Ho tertidur saat lagi baca asyik baca komik. Pas bangun, ia mencari dan memanggil Seohyun. Seohyun pun menyahut, seraya mengacungkan tangannya dari balik tumpukan komik.

“Ini amat menarik. Bagaimana bisa dokter gigi setampan ini?” ucap Seohyun sambil menunjukkan cerita di komik yang sedang ia baca.

“Dokter gigi? Astaga...” jawab Ji Ho sambil geleng2 kepala melihat kelakuan Seohyun.


Ji Ho lantas melirik tumpukan komik yang ada di depannya. Seohyun bilang, ia sengaja mengambilnya agar tidak diambil orang lain.

Ji Ho pun melihat nomor seri komik yang dibaca Seohyun. Ia pun panic karena Seohyun baru membaca sampai seri 15 dan tumpukan komik itu adalah lanjutan komik yang harus dibaca Seohyun.

Ji Ho menyuruh Seohyun pulang karena sudah larut malam. Tapi Seohyun masih ingin menyelesaikan komiknya. Terpaksalah Ji Ho menarik kursi Seohyun agar Seohyun mau pulang.


Seorang karyawan datang membawakan produk dengan desain label baru pada Do Kyung.

“Bebek yang lucu. Aku penasaran siapa yang menggambarnya.” Ucap Do Kyung.


Do Kyung pun menemui tim pemasaran. Ia mengucapkan terima kasih karena mereka sudah mau bekerja sama dengannya selama ini.

“Akankah anda kembali setelah dari Eropa?” tanya Senior Jo.

“Kuharap anda sehat selalu. Akan kami urus di sini sampai anda kembali.” Ucap Manajer Lee.

“Aku punya banyak kenangan di tempat ini. Kurasa aku akan merindukannya.” Jawab Do Kyung.


Di ruangannya, Do Kyung pun mulai mengemasi barangnya.

CEO No menerima informasi tentang Do Kyung yang mulai bersiap meninggalkan Haesung.


Do Kyung juga mengemasi barang2nya di rumah. Ia lalu mengambil sebuah amplop dan berkata kalau ia harus menemui seseorang sekali lagi. Ia lantas mengambil jaketnya dan beranjak pergi.

Tuan Sun dan Sun Tae pamit pulang. Sebelum pulang, mereka mengingatkan Ji An untuk makan agar tidak sakit.


Setelah kepergian Tuan Sun dan Sun Tae, Do Kyung datang, mengejutkan Ji An. Do Kyung datang untuk menyerahkan uang lampunya.

“Tapi aku memintamu mentransfer uangnya.” Ucap Ji An.

“Sungguh? Aku tidak menerima pesanmu.” Jawab Do Kyung.

Do Kyung lalu memarahi Ji An yang lupa meminta bayaran.

“Aku langsung kembali, tapi kau sudah pergi.” Ucap Ji An.
“Aku meninggalkan rapat penting tepat setelahnya.” Jawab Do Kyung.

“Terima kasih sudah membawakan ini.” Ucap Ji An.

“Kau sudah makan malam?” tanya Do Kyung.

“Aku sedang mengerjakan sesuatu yang harus segera selesai.” Jawab Ji An, lalu mengucapkan selamat tinggal.

“Kenapa kau selalu mengusirku padahal tahu aku tidak bisa pergi?” ucap Do Kyung.


Ji An pun langsung teringat penjelasan Do Kyung soal So Ra.

Agar Do Kyung pergi, Ji An pun berpura2 kalau Hyuk akan datang. Do Kyung pun mengerti dan beranjak pergi.

Seketika mata2 Ji An berubah berkaca2.

“Anyeong gaseyo.” Gumam Ji An.


Sementara diluar, Do Kyung berkata...

“Tunggu aku, Seo Ji An. Aku akan kembali sebagai pria yang pantas untukmu.”


Do Kyung pulang ke rumah. Ia masuk ke kamarnya dan terkejut melihat sang kakek sudah ada di kamarnya. Barang2 yang tadi dikemas Do Kyung juga sudah berantakan.

“Kau memutuskan untuk mandiri?” tanya CEO No.

“Seperti Kakek, aku mau memulai bisnisku sendiri.” Jawab Do Kyung.

“Dengan uang apa? Bukankah kau butuh uang untuk memulai bisnis?” tanya CEO No.

“Aku punya aset.” Jawab Do Kyung.

“Asetmu? Maksudmu, saham perusahaan, tanah di Pyeongchang, dan gedung di Gangnam? Serta sedikit uang tunai? Maksudmu, semua yang kakek berikan kepadamu? Kau mau mandiri dari Haesung dan kau hanya bisa memikirkan menjual semua aset yang kakek berikan kepadamu?” tanya CEO No.


“Karena Kakek sudah lama memberikannya kepadaku, kuanggap itu milikku.” Jawab Do Kyung.

“Itu karena kakek menganggapmu cucu kakek. Jika punya harga diri atau nurani, kau sebaiknya tidak menggunakan semua aset milik Haesung.” Ucap CEO No.

CEO No lantas menyuruh Do Kyung memilih, mandiri atau menikahi So Ra. Do Kyung memilih hidup mandiri.

Karena Do Kyung memilih mandiri, CEO No pun meminta Do Kyung mengembalikan semua fasilitas yang ia berikan. Mulai dari mobil, buku tabungan serta kartu ATM Do Kyung.

“Kau bisa menyimpan uang tunai yang kau punya di sana. Kau masih darah daging kakek. Kakek tidak mau kau mati kelaparan atau kedinginan di cuaca dingin ini, bukan?” ucap CEO No.

CEO No juga mengambil jam tangan Do Kyung.

Setelah itu, CEO No menyuruh Do Kyung pergi.


Seketaris Min hanya bisa menatap kepergian Do Kyung dengan tatapan iba.

Do Kyung pun mulai berjalan meninggalkan kediamannya.


0 Comments:

Post a Comment