My Golden Life Ep 45 Part 1

Sebelumnya...


Do Kyung dan Ji An terkejut ketika Nyonya No menyuruh mereka menikah. Nyonya No bahkan berniat membukakan galeri untuk Ji An dan Ji An bisa menjadi Kepala Galeri setelah menikah dengan  Do Kyung.  Nyonya No juga menyuruh Do Kyung kembali ke perusahaan.

Ji An diam saja karena terkejut. Nyonya No heran dan bertanya, kenapa Ji An tidak menjawabnya. Ji An pun mengaku, bahwa ia bingung.

“Bingung?” tanya Nyonya No.


“Ini amat mendadak. Itulah alasan dia bingung.” Bela Do Kyung.

“Aku mengerti jika kau terkejut, tapi kenapa bingung? Kau terkejut karena tidak pernah membayangkan ini? Ji An, seperti yang kau tahu, kakek amat marah pada Do Kyung.”

“Ibu tidak perlu memberitahu masalah itu pada Ji An.” Ucap Do Kyung.


“Do Kyung-ah, dengarkan dulu kata-kata ibumu.” Sahut Tuan Choi.

“Kami merestui pernikahan ini hanya karena dia. Tapi untuk membuat kakeknya menerimamu, Ji An, sebaiknya kau harus memantaskan dirimu sesuai reputasi keluarga kami juga.” Ucap Nyonya No.

“Untungnya karena kau mau masuk sekolah seni, kurasa perubahannya tidak buruk juga untukmu.” Sahut Tuan Choi.


“Aku akan berpura-pura tidak mendengar tentang kebencianmu kepada keluarga kami karena kau merasa terintimidasi. “ ucap Nyonya No.

“Apakah tiga tahun terlalu lama bagi kalian untuk hidup terpisah?” tanya Tuan Choi.


“Kami akan memikirkan tawaran kalian dan memberikan jawaban kami nanti.” Jawab Do Kyung.

“Memikirkan? Untuk apa?” tanya Nyonya No.

“Bagi kami, ini tidak sederhana.” Jawab Do Kyung.

“Kalian berkencan hanya dalam sepekan. Kini tersisa berapa hari?” tanya Tuan Choi.

“Empat hari.” Jawab Do Kyung.

“Kami tunggu jawabannya setelah empat hari.” Ucap Tuan Choi.


Pembicaraan pun selesai. Do Kyung dan Ji An mengantarkan Tuan Choi dan Nyonya No ke mobil. 



Setelah mereka pergi, Do Kyung menatap cemas Ji An.

“Kau baik-baik saja?” tanya Do Kyung.

“Aku tidak apa-apa.” Jawab Ji An.

“Kehadiran ayah memberitahuku bahwa mereka serius. Ini cukup membingungkan. Aku sama sekali tidak menduganya.” Ucap Do Kyung.

“Aku tahu.” Jawab Ji An.


Di mobil, Tuan Choi tersenyum. Lalu ia mengingat pembicaraannya dengan Nyonya No semalam.


Flashback...

Tuan Choi terkejut saat istrinya bilang akan membiarkan Do Kyung dan Ji An menikah. Nyonya No pun berkata, bahwa ia tak punya pilihan lain lagi agar Do Kyung kembali ke rumah. Tapi Tuan Choi tidak percaya.


“Mereka tidak bisa menikah sekarang. Setelah membuatnya menerima mereka dan Ji An pergi kuliah, barulah mereka menikah. Do Kyung akan membuktikan dirinya setelah tiga tahun. Ayah tidak bisa menolak mereka tanpa alasan bagus.” Jawab Nyonya No.


“Haesung pasti amat penting bagimu. Tapi katanya bukan hanya Ji An alasan Do Kyung tidak kembali. Serta Ji An bilang dia tidak mau bergabung dengan keluarga kita.” Ucap Tuan Choi.

“Kau percaya ucapannya? Mereka kini berkencan.” Jawab Nyonya No.

Tuan Choi pun kaget, apa?


“Aku memergoki mereka berkencan. Katanya mereka hanya berkencan selama sepekan. Kau kira mereka bisa putus setelahnya?” ucap Nyonya No.

“Mereka hanya berkencan selama sepekan?” tanya Tuan Choi.

“Ya. Menurut mereka, itu hanya sebatas berkencan. Sebatas berkencan.” Jawab Nyonya No.


“Jika begitu, kita tidak bisa ikut campur. Yang dikhawatirkan keluarga kita adalah pernikahan.” Ucap Tuan Choi.

“Itu sebabnya kau harus membantuku. Kau tahu aku mau membuka galeri. Ji An akan tampak terhormat jika mengelolanya. Sejujurnya, dia pintar, cukup terpelajar, rajin, berhasrat, dan berani juga. Tidak ada yang salah dengannya. Aku yakin dia juga akan merawat Do Kyung.” Jawab Nyonya No.

“Kamu mau aku bagaimana?” tanya Tuan Choi.

“Bantu aku membujuk mereka. Karena tidak bisa memberi tahu ayah soal mereka sekarang, kita harus membujuk mereka agar mereka mengikuti kita.” Jawab Nyonya No.

Tuan Choi masih ragu.

“Bayangkan jika ayah sungguh menyerah dengan Do Kyung. Apa itu maumu? Bagaimana jika Do Kyung menyesali keputusannya nanti? Sebagai orang tuanya, kita harus melindungi putra sulung kita.” Ucap Nyonya No.

Flashback end...


“Berterima kasih kepada kita sebenarnya awal yang tepat.” Ucap Nyonya No.

“Mereka lebih berhati-hati daripada dugaanku.” Jawab Tuan Choi.

“Selama ini mereka berpura-pura tidak terlibat. Mereka pasti malu langsung menerimanya.” Ucap Nyonya No.


Di mobil, Ji An pun tengah memikirkan tawaran Nyonya No. Do Kyung memecah keheningan, dengan memastikan kalau Ji An benar-benar menyukai seni. Do Kyung bertanya, apa mungkin Ji An mengepalai galeri seni pahat.

“Jika aku setuju kuliah ke luar negeri, apakah kau akan kembali bekerja?” tanya Ji An.

“Jika kita bersama.” Jawab Do Kyung, tapi berikutnya Do Kyung meminta Ji An melupakan ucapannya barusan.


Ji An lalu mengingat ketika Nyonya No memperkenalkan dirinya sebagai Choi Eun Seok.

“Dia memperkenalkanku sebagai putrinya, tapi aku akan menjadi menantunya?” batin Ji An bingung.


Do Kyung kembali menegur Ji An. Ia bertanya, apa Ji An lagi memikirkan tawaran orang tuanya. Ji An pun menyangkal. Ia mengaku tidak mau memikirkannya. Do Kyung setuju. Ia mengajak Ji An memikirkan soal itu nanti.


Mereka lalu ke pabrik dan disambut oleh Seketaris Yoo. Do Kyung menanyakan draftnya. Seketaris Yoo bilang, ia sudah mengirimkan hasil uji kualitas dan menyelesaikan daftar persiapan yang dibutuhkan.

“Letakkan di ruanganku.” Suruh Do Kyung. Seketaris Yoo mengerti dan langsung pergi.


Do Kyung lalu mengajak Ji An melihat pelletnya.

“Produk kami bebas perekat, polutan, bahan berbahaya, dan benar-benar organik. Kami hanya menggunakan bagian dalam tanpa kulit, jadi, kami akan memperkenalkan produk terbaik. Aku tertarik dengan produk ramah lingkungan.” Ucap Do Kyung.

“Dengan pemasaran yang tepat, keuntungannya akan besar. Bagaimana dengan distribusinya?” tanya Ji An.

“Aku akan membagikan sampel gratis ke toko hewan piaraan, klinik dokter hewan, dan kafe kucing.” Jawab Do Kyung.

“Kau akan menjualnya secara online?” tanya Ji An.


“Kami hanya pabrik kecil yang baru buka. Aku harus melakukan pemasaran dan penjualan sendiri. Setelah melalui tes dan mendaftarkan hak paten, kami akan mulai, jadi, akan kubungkus sampel malam ini.” Jawab Do Kyung.

“Aku belum pernah melihatmu sebersemangat ini.” Ucap Ji An.

“Apa aku tampak bersemengat? Mungkin karena ini bisnis pertamaku?” jawab Do Kyung.


Do Kyung kemudian mengajak Ji An melihat ruangannya.

“Ini apa?” tanya Ji An saat melihat banyak bungkus plastik di atas meja.

“Itu bungkus produk kami. Ini hanya kantong plastik.” Jawab Seketaris Yoo.

“Ini terlalu sederhana. Aku mau meletakkan logo kami di sini.” Ucap Do Kyung.


“Tidak bisa. Kemasan berperan besar. Aku akan mendesain kemasannya. Akan kubuat berkelas.” Jawab Ji An.

“Aku mau memintamu melakukan hal lain. Aku mau memesan toilet kucing darimu. Aku minta kau mendesainnya. Ini pesanan resmi untuk Nona Seo Ji An.” Ucap Do Kyung.


Ji An pun dengan senang hati menerimanya dan langsung membuatkan desainnya.

Do Kyung tidak menyangka, Ji An jago menggambar juga.

“Aku bisa membuatkan ini untukmu. Jabarkan strategi pemasaranmu kepadaku.” Ucap Ji An.

Ji An berkata, strategi pemasaran Do Kyung cukup bagus tapi orang-orang zaman sekarang lebih banyak menggunakan media sosial. Do Kyung pun menjawab, bahwa ia dan Seketaris Yoo tidak tahu banyak soal itu. Ji An memberi saran.


Pertama, Do Kyung harus membuat akun resmi perusahaan Do Kyung. Lalu, Do Kyung harus mengunggah video atau kiriman untuk mempromosikan produknya. Setelah itu, Ji An meminta Do Kyung merekrut penguji di akun itu. Dan sebagai tambahan, pendaftar bisa mengunggah kiriman untuk mempromosikan produknya. Ji An juga menyuruh Do Kyung membuat beberapa tagar seperti pelet kayu, pelet untuk hewan, kucing, 100 persen ramah lingkungan dan sebagainya.

Ji An pun mengambil ponselnya. Ia mau menunjukkan beberapa contoh agar Do Kyung makin mengerti. Do Kyung pun tersenyum dan terus memandangi wajah Ji An. Ji An yang tahu Do Kyung sedang memandangi wajahnya pun menyuruh Do Kyung tetap fokus.


Beralih ke Ji Soo yang lagi makan malam sama Hyuk, tapi Ji Soo malah sibuk melamun. Hyuk pun protes, ia bilang Ji Soo yang mengajaknya makan di sana. Tapi Ji Soo tidak menanggapi protesan Hyuk. Ia malah mengajak Hyuk bicara soal Ji An.

“Kenapa ayah ingin bertemu Ji An? Apa ayah berusaha membantunya? Kenapa Ji An tidak menelponku.”

“Kau tidak bisa dipercaya, Ji Soo-ya.”

“Apa?” tanya Ji Soo.

“Dia akan menelponmu saat sempat. Harus berapa kali kuulangi.” Jawab Hyuk.


Hyuk juga bertanya, siapa yang Ji Soo sukai sebenarnya. Dia atau Ji An? Hyuk protes karena Ji Soo terus saja membahas Ji An. Ji Soo membela diri, ia bilang yang ia bahas itu Ji An, bukan pria lain.

“Kenapa? Aku tidak boleh cemburu karena wanita lain?” tanya Hyuk.

Ji Soo pun tertawa.

Hyuk lalu menatap Ji Soo lekat-lekat.

“Seo Ji Soo, mulai saat ini, pikirkan aku saja.” Pinta Hyuk.

“Arraseo.” Jawab Ji Soo, sembari tertawa, lalu menyuapi Hyuk.


Makanan pesenan Seketaris Yoo pun datang. Ji An terkejut Seketaris Yoo memesan lauk. Seketaris Yoo bilang, tidak banyak restoran yang punya jasa pengantaran di dekat pabrik.

“Ini mudah dan nyaman.” Ucap Seketaris Yoo.

“Ini lebih baik daripada makan diluar. Ini seperti makanan rumahan.” Jawab Ji An.


Seketaris Yoo makan dengan lahap. Do Kyung dan Ji An sampai melongo melihatnya. Seketaris Yoo menjelaskan, kalau ia lapar banget sejak tadi. Seketaris Yoo lalu beranjak beli kopi.


“Perutnya bisa sakit nanti.” Ucap Ji An.

“Gwan Woo cepat tanggap. Dia memang pegawai andal.” Puji Do Kyung

“Kau pasti menikmati pekerjaanmu. Kau sangat bahagia sejak tiba disini.” Ucap Ji An.

“Membahas pekerjaan denganmu jauh lebih menyenangkan. Aku senang bekerja denganmu di tim pemasaran. Pasti menyenangkan jika kita mengelola bisnis bersama.” Jawab Do Kyung.

Wajah Ji An pun seketika berubah sedih. Do Kyung pun berusaha mengerti kalau pekerjaan yang ia senangi berbeda dengan pekerjaan yang disengani Ji An.


Ponsel Ji An kemudian berdering. SMS dari Ji Soo yang menanyakan pertemuan Ji An dengan ayahnya. Ji An pun seketika terdiam. Do Kyung penasaran, siapa yang mengirimi Ji An pesan. Ji An tidak memberitahu Do Kyung. Ia hanya bilang, harus segera pergi karena ada pekerjaan yang harus diselesaikan.


Ji An melarang Do Kyung mengantarnya. Ji An mengaku, tidak mau menjadi wanita yang meminta pacarnya yang lagi sibuk untuk mengantarkannya pulang.

“Kudengar kau harus bekerja semalaman mengemas sampel. Kembalilah ke dalam. Akan kubawakan desainnya besok seusai bekerja.” Ucap Ji An.


Ji An lalu berlari pergi.

“Jangan berlari, nanti jatuh.” Teriak Do Kyung cemas.


Ji An menemui Ji Soo di sebuah kafe. Ji Soo terkejut mendengar cerita Ji An. Ji Soo bilang, Nyonya No bahkan mengancamnya untuk kuliah di luar negeri supaya tidak malu.

“Seo Hyun pernah bilang begini. Katanya mereka hanya tidak ingin malu. Itu paling sesuai untuk Kakek.” Ucap Ji Soo.


“Di samping itu, aku pernah diperkenalkan ke orang-orang yang amat penting sebagai Choi Eun Seok.” Jawab Ji An.

“Benar juga. Itu alasan mereka mendandaniku sepertimu saat aku diperkenalkan ke orang-orang.” Ucap Ji Soo.

“Tampaknya Do Kyung tidak tahu.” Sesal Ji An.


“Mereka amat luar biasa. Padahal kalian hanya mau berkencan sepekan. Mereka masih saja mempersulitnya. Kau pasti sedih sekali.” Ucap Ji Soo.

“Tapi Ji Soo-ya, untuk sesaat, kubayangkan bagaimana jika dia sungguh-sungguh. Bagaimana jika dia serius?” jawab Ji An.

“Kau bersedia menjadi menantu mereka setelah berkuliah di luar negeri?” tanya Ji Soo.

“Tidak, bukan itu. Aku hanya membayangkan pasti menyenangkan jika aku bisa bersamanya. Itu saja.” Jawab Ji An.


Tuan Seo sedang melihat barang-barang yang tadi dibawakan Ji An dan Ji Soo saat mengunjunginya. Ia lalu membuka hadiah dari Ji An.

“Apa ini?” tanyanya kaget sambil melihat boneka kayunya, hadiah dari Ji An.


Tuan Seo lantas membaca surat Ji An.

Ayah terkejut? Aku membuatnya sendiri. Aku hebat, bukan? Karena semangat Ayah masih muda, aku mengenakannya celana jin dan kaus. Ji Soo, Kak Ji Tae, Ji Ho, Ibu, dan aku. Selagi merawat kami, ayah melupakan hobi Ayah dan aku mau memberikan selamat karena sudah mendapatkannya lagi. Dari putri tersayang Ayah, Ji An.


“Bagaimana bisa dia membuatnya amat bagus? Dia memang berbakat sejak lahir. Serta aku tidak bisa memberikannya pelatihan yang sesuai.” Sesal Tuan Seo.


Tuan Seo lalu melihat makanan yang dibuatkan sang istri.

“Astaga, kenapa dia terus saja memberikan makanan yang tidak bisa kumakan.” Gumamnya.


Ketika hendak membaca surat istrinya, ia pun kembali merasa mual dan berlari keluar.


Di tempat lain, Soo A juga muntah-muntah. Ji Tae minta maaf karena sudah memaksa Soo A mengandung bayi mereka.

“Jangan bilang begitu. Ini amat menarik. Awalnya, aku agak mual. Tapi aku tidak mual-mual di pagi hari. Tapi setelah aku memutuskan akan melahirkan bayinya, aku mual di pagi hari untuk kali pertama. Kurasa bayinya tahu. Dia tahu aku tidak menginginkannya.” Jawab Soo A.

“Apa maksudmu?” tanya Ji Tae.

“Dia tahu. Dia lega sekarang, jadi, dia memberitahuku bahwa dia ada. Ini terasa amat aneh, Sayang.” Jawab Soo A sambil memegangi perutnya.


Ji Tae pun memeluk Soo A.


Paginya, di toko roti, Boss Kang mau mengajari Ji Soo cara membuat roti prancis. Ji Soo penasaran, apakah rasanya akan enak jika hanya dibuat dari tepung, air dan garam saja. Boss Kang menjawab, Ji Soo akan terkejut saat memakannya. Makin dikunyah, makin kaya rasa rotinya.

“Kapan anda belajar membuat roti Prancis?” tanya Ji Soo.

“Dahulu, aku menjual bungeoppang di depan toko roti Prancis. Tukang rotinya, maksudku, pembuat kuenya... Pembuat kue toko itu mengajariku. Dia dahulu menyukai bungeoppang buatanku.” Jawab Boss Kang.


Hee lalu keluar dari dapur. Ji Soo menyapa Hee dengan ramah, tapi Hee lagi-lagi bersikap kurang ramah. Hee mengajak Boss Kang bicara.


Mereka bicara di kamar. Hee protes karena Boss Kang masih mengajari Ji Soo cara membuat roti.

“Memangnya kenapa, Hee? Ayolah. Kau tahu betapa sulitnya saat ada rintangan di antara pasangan. Kenapa kau malah mau menjadi rintangan?” jawab Boss Kang.

“Mereka berbeda dari kita. Tidak, aku paham benar karena sudah melaluinya. Aku tahu betapa lancang dan brutalnya orang-orang berduit. Keluarga Ji Soo jauh lebih kaya daripada mantan suamiku. Serta mereka memanfaatkan kekayaan itu.” Ucap Hee.

“Mereka tidak akan segera menikah. Mereka juga diizinkan berkencan.” Jawab Boss Kang.


“Hyuk bukan tipe orang yang sekadar berkencan dan cepat berubah. Apa aku melakukan ini karena tidak menyukai Ji Soo? Kita harus mengencani dan menikahi seseorang yang mirip dengan kita. Kau tidak tahu rasanya. Latar belakang keluarga dan lingkungan tidak mudah berubah.” Ucap Hee.

“Ya, aku tidak tahu. Aku tidak tahu karena aku yatim piatu. Aku tidak tahu apa-apa soal latar belakang keluarga.” Kesal Boss Kang.

“Mianhe, Nam Goo-ssi. Aku tidak bermaksud menyinggungmu.” Jawab Hee.


“Hee, Ji Soo dan aku saling mengenal sebelum kita menikah. Dia orang pertama yang kuterima sebagai asistenku. Dia murid pertamaku. Walaupun kita sudah menikah, kuharap kau tidak kelewatan.” Ucap Boss Kang.

“Maksudmu, Ji Soo lebih penting dariku?” tanya Hee.

“Bukan begitu!” jawab Boss Kang.

“Kau baru saja membentakku.” Ucap Hee kesal, lalu pergi.


Do Kyung minta bantuan Yong Gook. Ia bilang, sebelum buka, ia mau mengunggah beberapa foto produk di situs web.

Yong Gook pun memberi ucapan selamat pada Do Kyung. Ia bahkan memanggil Do Kyung CEO.

“Kirimkan desainnya jika sudah dikonfirmasi.” Ucap Yong Gook.


Yong Gook lalu beranjak ke pintu. Bersamaan dengan itu, Ji An masuk dengan membawakan beberapa perlengkapan.

“Jadi dia alasanmu mengurus pesanannya amat cepat, Seo Ji An-ssi?” goda Yong Gook.


Ji An pun tertawa. Yong Gook lantas pergi. Setelah Yong Gook pergi, Ji An mendekati Do Kyung dan meletakkan alat2 yang dibawanya di atas kursi.

“Kenapa kau kemari? Aku baru akan menjemputmu.” Ucap Do Kyung.

“Aku terpikirkan sesuatu. Akan kubuat disini.” Jawab Ji An.

“Apa yang mau kau buat?” tanya Do Kyung.

“Ini untuk acara hari yayasan. Kita akan meletakkan mainan kucing di toilet kucing. Ini akan menjadi satu pasang. Hanya 30 orang pertama yang akan mendapatkannya.” Jawab Ji An.


Do Kyung protes, “Apa maksudmu? Kita harus berkencan.”

“Tapi aku mau melakukan ini. Aku mau membantu pacarku saat dia sibuk bekerja.” Jawab Ji An.

Ji An lalu memarahi Do Kyung, “Choi Do Kyung-ssi, kau akan memulai bisnis.  Kau kira kau punya waktu untuk berkencan?”

“Punya. Kita tidak bisa berada di sini terus.” Jawab Do Kyung.


Ji An pun merangkul Do Kyung.

“Bukankah tidak apa-apa asalkan kita bersama? Hari ini akan seperti kemarin dan besok akan seperti hari ini.” Ucap Ji An.

Do Kyung tersenyum. Lalu, Ji An melepas rangkulannya dan menunjukkan mainan kucing yang dibawanya.


Soo A akhirnya melihat hadiah dari Tuan Seo. Ia terharu.

“Sunbae, ini kali pertama aku menerima hadiah seperti ini. Ini juga kali pertamaku menyiapkan hadiah untuk seseorang yang sekarat. Aku bahkan bukan anaknya, tapi dia mengkhawatirkanku.” Ucap Soo A.

“Apa maksudmu?” tanya Seung Won.

“Sejujurnya, kukira mertuaku adalah keluarga suamiku. Aku tidak menganggap mereka sebagai keluargaku sendiri. Tapi kurasa, ayah mertuaku menganggapku keluarganya sendiri.” Jawab Soo A.


Di tempat kursus, Tuan Seo diajak teman-temannya ikut konser musim semi. Tapi Tuan Seo menolak. Tuan Seo berkata, ia tidak cukup handal untuk itu. Tapi temannya memaksa. Temannya menyuruhnya berlatih sampai tiba waktunya, minggu pertama di Bulan April. Tuan Seo langsung terdiam.


Lalu, ponsel Tuan Seo berdering.

“Halo? Ayah dimana? Di Jeongseon?” tanya Ji Tae.


Nyonya Yang yang sedang bekerja sebagai kasir di supermarket, juga dihubungi oleh Ji Tae.


Do Kyung tersenyum memandangi Ji An yang serius bekerja. Tapi kemudian, ia teringat kata-kata Ji An.

“Aku baru saja mulai bahagia. Aku akhirnya tahu apa artinya santai dan bahagia. Aku akhirnya tahu.” Ucap Ji An.

“Jika aku setuju kuliah di luar negeri, akankah kau kembali bekerja?” tanya Ji An.


Do Kyung juga ingat perkataannya ke sang kakek, kalau ia tidak akan kembali ke rumah. Do Kyung juga ingat kata-kata kakeknya tentang sang kakek yang menampar Tuan Seo.


Terakhir, ia ingat kata-kata sang ibu bahwa Ji An harus memantaskan diri agar bisa diterima di keluarga mereka.


Do Kyung pun akhirnya menyadari sesuatu.


Ponsel Ji An berdering. Telepon dari Ji Tae yang menyuruh Ji An pulang. Ji An pun memberitahu Do Kyung kalau ia harus pulang. Ji An bilang, Soo A baru saja pulang. Soo An dan kakaknya sempat bertengkar hebat.

“Berkatmu, aku melihatnya di pernikahan, tapi setelah itu tidak pernah melihatnya lagi.” Ucap Ji An.

“Kalau begitu, kau harus pergi. Tapi aku akan mengantarkanmu.” Jawab Do Kyung.


Do Kyung mengantarkan Ji An dengan mobil Seketaris Yoo.

Bersamaan dengan itu, Tuan Seo yang hampir sampai di rumah, melihat Ji An dan Do Kyung berpegangan tangan di depan rumah.


Ji An meminta maaf pada Soo A karena mereka baru bertemu sekarang. Soo A juga minta maaf karena tidak ada di rumah saat Ji An kembali. Nyonya Yang pun berterima kasih pada Soo A karena Soo A sudah kembali. Dan Ji An berkata, sudah membuatkan lampu untuk mereka berdua.

“Omong-omong, Ibu ke mana saja?” tanya Ji Tae.

“Ibu mendapat pekerjaan di supermarket sebagai kasir.” Jawab Nyonya Yang.

“Ibu bekerja?” tanya Ji An.

“Setelah yang ibu lalui dengan ayah kalian, ibu menyadari betapa bodohnya ibu. Hidup di bawah perlindungannya, ibu tidak tahu apa-apa. Ibulah yang membuat ayah sakit.” Ucap Nyonya Yang.

“Itu tidak benar, Bu.” Jawab Ji Tae dan Ji An.

“Ibu amat bersyukur kalian menerima ibu kembali sebagai ibu kalian. Jadi, mulai sekarang, ibu tidak akan bergantung kepada kalian atau ayah. Ibu akan berusaha menghasilkan uang meski hanya sedikit.” Ucap Nyonya Yang.

“Itu tidak buruk. Orang-orang hidup sampai 100 tahun dan Ibu masih muda. Ayah juga akan lebih tidak tertekan jika Ibu bekerja.” Jawab Ji An.


Tuan Seo pun datang. Ji An langsung memberitahu keluarga tentang kehamilan Soo A. Sontak, mereka langsung heboh. Ji An penasaran, anaknya laki-laki atau perempuan.


Soo A lantas berterima kasih pada Tuan Seo soal hadiahnya. Tuan Seo pun merendah, mengatakan jika hadiahnya bukanlah apa-apa.

Ji Tae pun menyuruh mereka semua duduk. Tapi Tuan Seo malah menyuruh Soo A istirahat karena Soo A terlihat lelah. Nyonya Yang menjawab, ia mengatakan jika wanita memang seperti itu pada tahap awal kehamilan. Nyonya Yang lalu melarang Soo A melakukan pekerjaan berat.

Setelah itu, Soo A naik ke atas bersama Ji Tae dan Ji An.


“Kau sudah makan?” tanya Nyonya Yang.

“Sudah. Aku akan kembali ke Jeongseon sekarang. Jangan bilang Soo A bahwa aku sakit. Bilang saja aku bekerja di Jeongseon.” Jawab Tuan Seo.

“Kau mau pergi sekarang? Perjalananmu melelahkan. Kau sebaiknya bermalam.” Ucap Nyonya Yang.

“Mendengarku muntah dan mengerang tidak akan membantu Soo A.” Jawab Tuan Seo.

“Apakah itu sering terjadi?” tanya Nyonya Yang.

“Terkadang.” Jawab Tuan Seo.


Do Kyung pulang ke rumah untuk memberikan jawabannya. Do Kyung berkata, ia tidak akan menikahi Ji An jadi Ji An tidak perlu kuliah diluar negeri dan ia tidak akan kembali ke perusahaan. Nyonya No kaget serta penasaran dengan alasan Do Kyung menolak menikahi Ji An.


“Ibu mau Ji An belajar seni di luar negeri. Menjadi manajer galeri setelah kuliah di luar negeri bukanlah keinginan Ji An. Aku setuju dengan ibu dahulu karena yakin dia harus melakukannya sebagai keluarga kita. Tapi kini keadaannya berbeda.” Ucap Do Kyung.

“Apa yang berbeda sekarang?” tanya Tuan Choi.


“Maaf harus mengatakan ini, tapi kurasa kalian mau kami menikah setelah Ji An belajar seni di luar negeri hanya untuk memisahkan Ji An dan aku selama tiga tahun. Aku akan kembali ke perusahaan dan Ji An akan terpisah dariku, maka dengan begitu  tiga tahun cukup untuk menikahkanku dengan orang lain dan mendapatkan cucu bagi ibu dan kakek.” Jawab Do Kyung.
Tuan Choi pun marah, Choi Do Kyung! Bagaimana bisa kau menduga ibumu sendiri berbuat seperti itu!

“Lantas, tolong izinkan aku mendaftarkan pernikahanku sekarang. Aku tidak akan memberi tahu siapa pun sampai Ji An kembali. Bisakah aku mendaftarkan pernikahanku terlebih dahulu?” pinta Do Kyung.


Nyonya No terdiam. Tuan Choi pun penasaran, kenapa istrinya diam saja.

“Tidak ada rahasia di dunia ini! Bagaimana bisa dia mendaftarkan pernikahan tanpa mengadakan upacara pernikahan?” ucap Nyonya No.

“Tidak akan ada yang tahu jika mereka bungkam. Bahkan ayahmu.” Jawab Tuan Choi.


Do Kyung pun mengerti. Ia pamit, tapi sebelum pergi ia minta ibunya berhenti mengganggu Ji An.
“Choi Do Kyung, ibu melakukan ini untukmu. Kau sungguh ingin dicampakkan oleh kakekmu? Apa Haesung tidak berarti bagimu?” ucap Nyonya No.

Tapi Do Kyung tidak peduli dan terus berjalan ke pintu.


Di kamar, Tuan Choi marah karena Nyonya No sudah menipunya. Nyonya No yang terduduk lemas di kasur pun membela diri. Ia mengaku tidak punya pilihan lain. Nyonya No sudah tidak tahu lagi bagaimana caranya membujuk Do Kyung pulang. Tuan Choi makin kesal. Nyonya No lalu merebahkan dirinya.


Ji An memenangkan kontes desain! Ia berniat memberitahu Do Kyung, tapi gak jadi dan memutuskan memberitahu ayahnya terlebih dahulu.


Di rumah lamanya, Tuan Seo bicara dengan Seok Doo. Tuan Seo mengaku, bahwa rumahnya tidak lagi terasa nyaman karena anak-anaknya terus datang mengunjunginya. Tapi kemudian, Tuan Seo bilang, ia senang melihat anak-anaknya tersenyum padanya. Tuan Seo juga memberitahu Seok Doo tentang kehamilan Soo A.


Ponsel Tuan Seo berdering. Telepon dari Ji An. Ji An memberitahu ayahnya itu kalau ia juara ketiga dalam kontes desain. Ji An bilang, itu kontes desain barang2 rumah tangga. Ji An mengaku, ia mendapatkan ide setelah melihat kamar lama ayahnya.

“Bagaimana kau melakukannya? Kau bahkan tidak belajar desain.” Tanya Tuan Seo.

Tuan Seo lalu memberitahu Seok Doo perihal kemenangan Ji An.

“Apa Paman Seok Doo di sana?” tanya Ji An.


“Ya, dia datang ke Korea untuk perjalanan bisnis.” Jawab Tuan Seo.

“Sungguh? Bersenang-senanglah dengannya. Akan kukirimkan detailnya melalui pesan. Terima kasih, Ayah. Dah.” Ucap Ji An.


Tuan Seo heran Ji An berterima kasih padanya. Seok Doo pun berkata, ia iri pada Tuan Seo yang memiliki anak perempuan. Tuan Seo lantas memeriksa pesan Ji An.

Ji An mendapatkan hadiah 1000 dollar serta Ji An juga diberi kesempatan sekolah desain di Finlandia selama 6 bulan.

“Kau tahu dia berbakat.” Puji Seok Doo.


“Tapi aku tidak bisa mendukung bakatnya.” Sesal Tuan Seo.

Tuan Seo lalu teringat Ji An yang berpegangan tangan dengan Do Kyung di depan rumah.

“Ayah Ji Soo adalah pendukungnya yang sesungguhnya. Aku iri dengannya.” Ucap Tuan Seo.


0 Comments:

Post a Comment