Di tempat kerjanya, Ji An melamun memikirkan kemarahan Nyonya No karena sang ayah tidak mau memberitahukan nomornya pada Nyonya No. Ji An juga ingat kata-kata sang ayah, saat sang ayah menelponnya setelah dikunjungi Nyonya No.
“Ayah mau kau memikirkan siapa kamu dahulu dan orang seperti apa kau dulu.
Pikirkan saja itu sekali lagi. Hanya kau yang bisa menerangi jalan yang ingin kau
tempuh.” Ucap Tuan Seo.
Ji An pun heran, kenapa
ayahnya ngomong begitu bukannya memberitahu soal kedatangan Nyonya No.
Ji An lantas menghubungi
ayahnya tapi ponsel sang ayah tak aktif. Ji An pun menghubungi ibunya.
“Ponsel ayah mati. Apa dia
sedang bekerja?” tanya Ji An.
“Ibu bertanya-tanya harus
meneleponmu atau tidak.” Jawab Nyonya Yang bingung.
“Ada yang tidak beres?” tanya
Ji An.
“Tutup mulutmu. Kau seperti
orang bodoh.” Ucap Do Kyung.
“Semuanya masuk akal sekarang.
Kenapa kau amat terobsesi dengan Ji An. Menurutku, itu aneh. Kalian bertemu
beberapa kali karena kecelakaan mobil itu dan bertemu lagi di kantor. Kurasa
itu tidak cukup untuk jatuh cinta. Tapi ada yang lebih dari itu. Tidak heran
ini amat kacau.” Jawab Gi Jae.
“Ini bahkan nyaris tidak
berhasil jika kami bekerja sama, tapi Ji An tidak mau bekerja sama.” Ucap Do
Kyung.
“Dia benar. Kau yang gila. Tidak
mungkin keluargamu mau menerimanya. Dia anggota keluarga aneh yang mencuri
putri mereka.” Jawab Gi Jae.
“Aneh, jaga bicaramu.” Ucap Do
Kyung.
“Ini tidak akan berhasil kecuali
kau mencoret namamu dari pohon keluarga. Tapi kau tidak akan melakukan itu,
bukan?” jawab Gi Jae.
“Aku tidak ditinggalkan
sepeser pun.” Ucap Do Kyung.
“Jika sungguh meninggalkan
Haesung, kenapa kau tidak mau menggunakan uangmu? Kau mendapatkannya saat mulai
prasekolah. Itu milikmu. Kau tidak mau menggunakannya karena mau kembali. Kau
menaati aturan Haesung.” Jawab Gi Jae.
“Karena aku pergi untuk meraih
hati Ji An. Menjadi mandiri akan membebaskanku dari kakek dan orang tuaku. Haesung
bisa menyerap perusahaan yang kudirikan.” Ucap Do Kyung.
“Tidak bisa seperti itu.”
Jawab Gi Jae.
“Aku bisa melakukannya. Investasi
akan masuk hari ini. Penolakan Ji An yang menjadi masalah besar.” Ucap Do
Kyung.
“Dia menolak? Apa yang dia
tolak?” tanya Gi Jae.
“Dia tidak mau menjadi bagian
dari Haesung. Dia membenciku karena aku berasal dari keluarga itu.” Jawab Do
Kyung.
“Dia bahkan tidak mau melihat
hal yang tidak bisa dia miliki.” Ucap Gi Jae.
“Tidak. Dia mengetahui apa
yang membuatnya bahagia di situasinya sekarang.” Jawab Do Kyung.
“Kau memercayai itu? Wanita
macam apa yang menolak menikahi ahli waris Haesung?” ucap Gi Jae.
“Dia terdengar serius.” Jawab
Do Kyung.
“Pertama, jadilah mandiri. Tunjukkan
padanya kau mampu menjauh dari kakek dan ibumu. Lalu tanyakan lagi dan dengar
jawabannya.” Ucap Gi Jae.
“Akankah itu berhasil?” tanya
Do Kyung.
“Aku yakin. Dia tidak memercayaimu
sekarang.” Jawab Gi Jae.
“Bagaimana jika dia serius? Bagaimana
jika dia tidak menyukai silsilahku?” tanya Do Kyung.
“Lantas, semuanya berakhir. Tidak
ada ruang untuk bernegosiasi.” Jawab Gi Jae.
Proposal Do Kyung ditolak.
Alasannya, karena bisnis Do Kyung tidak mendatangkan keuntungan. Tidak hanya
itu, pemilik pabrik yang didatangi Do Kyung kemarin juga menolak pesanan Do
Kyung. Do Kyung pun sadar, itu ulah kakeknya.
Dan memang benar, itu ulah kakeknya. CEO No bilang pada Nyonya No kalau Do Kyung akan segera kembali.
“Benarkah? Bagaimana?” tanya
Nyonya No.
“Ayah mematahkan kakinya. Dia
tidak sadar tidak bisa menjauh dari ayah. Dia dibesarkan dengan berpikir bahwa
dia spesial. Dia lupa berutang kepada kita.” Jawab CEO No.
Nyonya No pun tersentak mendengarnya.
Ia cemas.
Do Kyung mendatangi sebuah
kantor dan mengaku kehilangan bukunya. Pegawai pun menyuruh Do Kyung mengisii
formulir.
Ji An bersiap pulang. Ia terburu-buru memakai jaket dan mengambil tasnya. Hyuk datang. Hyuk menawarkan diri mengantarkan Ji An karena dia juga mau pergi menemui klien.
Ji Soo yang sedang berjalan
melihat Hyuk di mobil bersama Ji An.
“Dia masih akrab dengan Ji An,
tapi mengeluh aku mencampakkannya? Dia bermain-main denganku?” ucap Ji Soo
kesal.
Ji Soo lalu menghubungi Ji Ho
dan menanyakan hari libur Ji Ho.
“Abeoji.” Panggil Ji An
membuat Tuan Seo berhenti bermain gitar.
“Aku pulang.” Ucap Ji An lagi.
“Untuk apa? Jangan duduk jika kau
mau mengomeli ayah.” Jawab Tuan Seo.
“Kenapa mengomel jika ini soal
kesehatan ayah?” tanya Ji An.
“Kau tidak perlu ikut campur. Ayah
bisa mengurus kesehatan ayah sendiri.” Jawab Tuan Seo.
“Ayah sudah bertekad. Jangan
mengganggu ayah dan pergilah.” Jawab Tuan Seo.
“Aku sungguh minta maaf. Berhentilah
marah kepadaku.” Pinta Ji An.
“Mari jangan bicarakan itu
lagi.” Jawab Tuan Seo.
“Ayah harus memikirkan
keadaanku juga.” Ucap Ji An.
“Keadaanmu? Bagaimana kami
menipumu hingga tinggal dengan keluarga itu?” tanya Tuan Seo.
“Aku tidak bisa menghadapi ayah
setelah itu. Begitulah situasiku.” Jawab Ji An.
“Kenapa ayah harus
mempertimbangkan situasimu? Apa kau pernah memberi tahu perasaanmu kepada ayah?
Setelah yang kau lakukan, jangan coba-coba berpura-pura peduli sekarang. Apa kau
memikirkannya dari sudut pandang ayah?” ucap Tuan Seo.
“Aku sudah melakukannya
berkali-kali. Aku merasa amat tidak enak karena caraku memperlakukan ayah saat
aku pergi.” Jawab Ji An.
“Ya, kau pergi. Kau pergi. Ayah
kira kau akan bilang tidak akan pergi. Walaupun kau anak kandung mereka, ayah
tidak mengira kau akan langsung pergi. Kau putri ayah selama 28 tahun. Kau
tidak butuh sebulan dua bulan atau bahkan seminggu. Tiga hari. Cukup selama itu
bagimu untuk bilang ya. Kau pergi selagi menyalahkan ayah karena selama ini
miskin. Ayah menemuimu untuk membujukmu agar tidak pergi. Untuk bilang bukan kau
orangnya dan kau sebaiknya jangan pergi. Kau sudah membulatkan pikiran, tapi
ayah tidak mau menyakitimu, jadi, ayah terus bertanya apa kau pergi karena perbuatan
ibumu. Ayah kira kau bergegas memutuskan demi kebaikan kita. Ayah ingin tahu
apa yang kau pikirkan. Ayah mau mendengarmu bilang kau tidak punya pilihan. Dengan
begitu, kau tidak akan terlalu syok jika ayah memberi tahu yang sebenarnya. Ayah
tidak pernah mengira akan mendengar putri ayah sendiri bilang dia mau mati. Ayah
menatap matamu dan tidak bisa bicara. Kau bertanya kenapa ayah mengangkatmu. Ayah
harus bilang sebenarnya Ji Soo, bukan kau. Tapi mulut ayah membeku dan jantung
ayah berhenti. Ayah tidak bisa bergerak seolah-olah bermimpi buruk.” Ucap Tuan
Seo.
“Maaf.” Jawab Ji An.
“Tidak. Kau memang bisa
begitu. Kau sudah berjuang amat keras. Jadi, ayah minta maaf sekali lagi. Tapi itu
masalah bagi ayah. Ayah ditolak putri ayah sendiri. Bahkan saat menyadari bahwa
Ji Soo orangnya, kau tidak datang mencari ayah. "Ayah, aku dalam
masalah." Itu yang kau dan Ji Tae selalu katakan saat ayah masih kompeten.”
Ucap Tuan Seo.
Pecah lah tangis Ji An,
ayah...
“Kau membuat ayah menyadari bahwa ayah tidak berguna dan ayah menyadarinya. Jadi, tinggalkan ayah sendiri sekarang.” Ucap Tuan Seo.
Dalam perjalanan pulang ke rumah kos, Ji An melewati taman tempat terakhir kali ia bicara dengan ayahnya.
Ia pun menyesal sudah
mengatakan itu pada ayahnya.
Turun dari bus, Ji An mendapati Do Kyung tengah menunggunya. Ji An langsung menghindar karena takut Do Kyung dibuntuti suruhan keluarga Haesung. Do Kyung pun memegang tangan Ji An.
“Kau setakut itu?” tanya Do
Kyung.
Tapi Ji An malah pergi. Dan Do
Kyung segera menyusul Ji An.
“Aku amat ketakutan.” Jawab Ji
An.
“Aku akan mengajukan satu pertanyaan. Tolong jawab. Apakah kau bersungguh-sungguh? Jika kau bersungguh-sungguh saat bilang aku tidak boleh menjadi putra Perusahaan Haesung, aku akan berhenti sekarang.” Ucap Do Kyung.
“Aku bersungguh-sungguh.”
Jawab Ji An.
“Lantas, mari hentikan ini. Jika
kau bersungguh-sungguh, aku tidak bisa berbuat apa-apa. Walaupun mati, aku
masih menjadi putra Perusahaan Haesung.” Ucap Do Kyung.
Ji An hanya mengangguk sembari
menatap Do Kyung dengan mata berkaca-kaca.
“Tapi kau harus mengingat ini.
Saat kubilang aku tidak akan melakukan apa pun, aku sungguh-sungguh. Seperti
katamu, aku tidak bisa berhenti menjadi diriku demi kau.” Ucap Do Kyung.
“Baiklah.” Jawab Ji An.
“Aku akan memberimu satu
kesempatan terakhir. Jangan lepaskan aku.” Pinta Do Kyung.
Tapi Ji An menggeleng. Do
Kyung mengerti dan beranjak pergi meninggalkan Ji An.
0 Comments:
Post a Comment