My Golden Life Ep 37 Part 2

Sebelumnya...


Di tempat kerjanya, Ji An melamun memikirkan kemarahan Nyonya No karena sang ayah tidak mau memberitahukan nomornya pada Nyonya No. Ji An juga ingat kata-kata sang ayah, saat sang ayah menelponnya setelah dikunjungi Nyonya No.

“Ayah mau kau memikirkan siapa kamu dahulu dan orang seperti apa kau dulu. Pikirkan saja itu sekali lagi. Hanya kau yang bisa menerangi jalan yang ingin kau tempuh.” Ucap Tuan Seo.

Ji An pun heran, kenapa ayahnya ngomong begitu bukannya memberitahu soal kedatangan Nyonya No.


Ji An lantas menghubungi ayahnya tapi ponsel sang ayah tak aktif. Ji An pun menghubungi ibunya.

“Ponsel ayah mati. Apa dia sedang bekerja?” tanya Ji An.

“Ibu bertanya-tanya harus meneleponmu atau tidak.” Jawab Nyonya Yang bingung.

“Ada yang tidak beres?” tanya Ji An.


Adegan pun beralih pada Gi Jae yang menatap Do Kyung dengan mulut terbuka.

“Tutup mulutmu. Kau seperti orang bodoh.” Ucap Do Kyung.

“Semuanya masuk akal sekarang. Kenapa kau amat terobsesi dengan Ji An. Menurutku, itu aneh. Kalian bertemu beberapa kali karena kecelakaan mobil itu dan bertemu lagi di kantor. Kurasa itu tidak cukup untuk jatuh cinta. Tapi ada yang lebih dari itu. Tidak heran ini amat kacau.” Jawab Gi Jae.

“Ini bahkan nyaris tidak berhasil jika kami bekerja sama, tapi Ji An tidak mau bekerja sama.” Ucap Do Kyung.

“Dia benar. Kau yang gila. Tidak mungkin keluargamu mau menerimanya. Dia anggota keluarga aneh yang mencuri putri mereka.” Jawab Gi Jae.

“Aneh, jaga bicaramu.” Ucap Do Kyung.


“Ini tidak akan berhasil kecuali kau mencoret namamu dari pohon keluarga. Tapi kau tidak akan melakukan itu, bukan?” jawab Gi Jae.

“Aku tidak ditinggalkan sepeser pun.” Ucap Do Kyung.

“Jika sungguh meninggalkan Haesung, kenapa kau tidak mau menggunakan uangmu? Kau mendapatkannya saat mulai prasekolah. Itu milikmu. Kau tidak mau menggunakannya karena mau kembali. Kau menaati aturan Haesung.” Jawab Gi Jae.

“Karena aku pergi untuk meraih hati Ji An. Menjadi mandiri akan membebaskanku dari kakek dan orang tuaku. Haesung bisa menyerap perusahaan yang kudirikan.” Ucap Do Kyung.

“Tidak bisa seperti itu.” Jawab Gi Jae.


“Aku bisa melakukannya. Investasi akan masuk hari ini. Penolakan Ji An yang menjadi masalah besar.” Ucap Do Kyung.
“Dia menolak? Apa yang dia tolak?” tanya Gi Jae.

“Dia tidak mau menjadi bagian dari Haesung. Dia membenciku karena aku berasal dari keluarga itu.” Jawab Do Kyung.

“Dia bahkan tidak mau melihat hal yang tidak bisa dia miliki.” Ucap Gi Jae.

“Tidak. Dia mengetahui apa yang membuatnya bahagia di situasinya sekarang.” Jawab Do Kyung.


“Kau memercayai itu? Wanita macam apa yang menolak menikahi ahli waris Haesung?” ucap Gi Jae.

“Dia terdengar serius.” Jawab Do Kyung.

“Pertama, jadilah mandiri. Tunjukkan padanya kau mampu menjauh dari kakek dan ibumu. Lalu tanyakan lagi dan dengar jawabannya.” Ucap Gi Jae.

“Akankah itu berhasil?” tanya Do Kyung.

“Aku yakin. Dia tidak memercayaimu sekarang.” Jawab Gi Jae.

“Bagaimana jika dia serius? Bagaimana jika dia tidak menyukai silsilahku?” tanya Do Kyung.

“Lantas, semuanya berakhir. Tidak ada ruang untuk bernegosiasi.” Jawab Gi Jae.


Proposal Do Kyung ditolak. Alasannya, karena bisnis Do Kyung tidak mendatangkan keuntungan. Tidak hanya itu, pemilik pabrik yang didatangi Do Kyung kemarin juga menolak pesanan Do Kyung. Do Kyung pun sadar, itu ulah kakeknya.


Dan memang benar, itu ulah kakeknya. CEO No bilang pada Nyonya No kalau Do Kyung akan segera kembali.

“Benarkah? Bagaimana?” tanya Nyonya No.

“Ayah mematahkan kakinya. Dia tidak sadar tidak bisa menjauh dari ayah. Dia dibesarkan dengan berpikir bahwa dia spesial. Dia lupa berutang kepada kita.” Jawab CEO No.

Nyonya No pun tersentak mendengarnya. Ia cemas.


Do Kyung mendatangi sebuah kantor dan mengaku kehilangan bukunya. Pegawai pun menyuruh Do Kyung mengisii formulir.


Ji An bersiap pulang. Ia terburu-buru memakai jaket dan mengambil tasnya. Hyuk datang. Hyuk menawarkan diri mengantarkan Ji An karena dia juga mau pergi menemui klien.

Ji Soo yang sedang berjalan melihat Hyuk di mobil bersama Ji An.

“Dia masih akrab dengan Ji An, tapi mengeluh aku mencampakkannya? Dia bermain-main denganku?” ucap Ji Soo kesal.

Ji Soo lalu menghubungi Ji Ho dan menanyakan hari libur Ji Ho.


Ji An kini sudah berada di depan rumahnya. Ia berhenti sejenak sebelum masuk.

“Abeoji.” Panggil Ji An membuat Tuan Seo berhenti bermain gitar.

“Aku pulang.” Ucap Ji An lagi.

“Untuk apa? Jangan duduk jika kau mau mengomeli ayah.” Jawab Tuan Seo.

“Kenapa mengomel jika ini soal kesehatan ayah?” tanya Ji An.

“Kau tidak perlu ikut campur. Ayah bisa mengurus kesehatan ayah sendiri.” Jawab Tuan Seo.

“Biarkan aku membawa ayah ke dokter besok. Pemeriksaan yang ayah lakukan itu dari klinik kecil. Itulah alasannya ayah tidak menunjukkan hasilnya. Serta ayah tidak bisa pergi memancing di laut dalam. Itu pekerjaan yang amat berat.” Ucap Ji An.


“Ayah sudah bertekad. Jangan mengganggu ayah dan pergilah.” Jawab Tuan Seo.

“Aku sungguh minta maaf. Berhentilah marah kepadaku.” Pinta Ji An.

“Mari jangan bicarakan itu lagi.” Jawab Tuan Seo.

“Ayah harus memikirkan keadaanku juga.” Ucap Ji An.

“Keadaanmu? Bagaimana kami menipumu hingga tinggal dengan keluarga itu?” tanya Tuan Seo.


“Aku tidak bisa menghadapi ayah setelah itu. Begitulah situasiku.” Jawab Ji An.

“Kenapa ayah harus mempertimbangkan situasimu? Apa kau pernah memberi tahu perasaanmu kepada ayah? Setelah yang kau lakukan, jangan coba-coba berpura-pura peduli sekarang. Apa kau memikirkannya dari sudut pandang ayah?” ucap Tuan Seo.

“Aku sudah melakukannya berkali-kali. Aku merasa amat tidak enak karena caraku memperlakukan ayah saat aku pergi.” Jawab Ji An.


“Ya, kau pergi. Kau pergi. Ayah kira kau akan bilang tidak akan pergi. Walaupun kau anak kandung mereka, ayah tidak mengira kau akan langsung pergi. Kau putri ayah selama 28 tahun. Kau tidak butuh sebulan dua bulan atau bahkan seminggu. Tiga hari. Cukup selama itu bagimu untuk bilang ya. Kau pergi selagi menyalahkan ayah karena selama ini miskin. Ayah menemuimu untuk membujukmu agar tidak pergi. Untuk bilang bukan kau orangnya dan kau sebaiknya jangan pergi. Kau sudah membulatkan pikiran, tapi ayah tidak mau menyakitimu, jadi, ayah terus bertanya apa kau pergi karena perbuatan ibumu. Ayah kira kau bergegas memutuskan demi kebaikan kita. Ayah ingin tahu apa yang kau pikirkan. Ayah mau mendengarmu bilang kau tidak punya pilihan. Dengan begitu, kau tidak akan terlalu syok jika ayah memberi tahu yang sebenarnya. Ayah tidak pernah mengira akan mendengar putri ayah sendiri bilang dia mau mati. Ayah menatap matamu dan tidak bisa bicara. Kau bertanya kenapa ayah mengangkatmu. Ayah harus bilang sebenarnya Ji Soo, bukan kau. Tapi mulut ayah membeku dan jantung ayah berhenti. Ayah tidak bisa bergerak seolah-olah bermimpi buruk.” Ucap Tuan Seo.

“Maaf.” Jawab Ji An.

“Tidak. Kau memang bisa begitu. Kau sudah berjuang amat keras. Jadi, ayah minta maaf sekali lagi. Tapi itu masalah bagi ayah. Ayah ditolak putri ayah sendiri. Bahkan saat menyadari bahwa Ji Soo orangnya, kau tidak datang mencari ayah. "Ayah, aku dalam masalah." Itu yang kau dan Ji Tae selalu katakan saat ayah masih kompeten.” Ucap Tuan Seo.

Pecah lah tangis Ji An, ayah...


“Kau membuat ayah menyadari bahwa ayah tidak berguna dan ayah menyadarinya. Jadi, tinggalkan ayah sendiri sekarang.” Ucap Tuan Seo.


Dalam perjalanan pulang ke rumah kos, Ji An melewati taman tempat terakhir kali ia bicara dengan ayahnya.

Ia pun menyesal sudah mengatakan itu pada ayahnya.

Turun dari bus, Ji An mendapati Do Kyung tengah menunggunya. Ji An langsung menghindar karena takut Do Kyung dibuntuti suruhan keluarga Haesung. Do Kyung pun memegang tangan Ji An.

“Kau setakut itu?” tanya Do Kyung.

Tapi Ji An malah pergi. Dan Do Kyung segera menyusul Ji An.

“Aku amat ketakutan.” Jawab Ji An.


“Aku akan mengajukan satu pertanyaan. Tolong jawab. Apakah kau bersungguh-sungguh? Jika kau bersungguh-sungguh saat bilang aku tidak boleh menjadi putra Perusahaan Haesung, aku akan berhenti sekarang.” Ucap Do Kyung.

“Aku bersungguh-sungguh.” Jawab Ji An.

“Lantas, mari hentikan ini. Jika kau bersungguh-sungguh, aku tidak bisa berbuat apa-apa. Walaupun mati, aku masih menjadi putra Perusahaan Haesung.” Ucap Do Kyung.

Ji An hanya mengangguk sembari menatap Do Kyung dengan mata berkaca-kaca.


“Tapi kau harus mengingat ini. Saat kubilang aku tidak akan melakukan apa pun, aku sungguh-sungguh. Seperti katamu, aku tidak bisa berhenti menjadi diriku demi kau.” Ucap Do Kyung.
“Baiklah.” Jawab Ji An.

“Aku akan memberimu satu kesempatan terakhir. Jangan lepaskan aku.” Pinta Do Kyung.

Tapi Ji An menggeleng. Do Kyung mengerti dan beranjak pergi meninggalkan Ji An.


0 Comments:

Post a Comment