My Golden Life Ep 50 Part 1

Sebelumnya...


Ji Ho memberitahu Ji An, bahwa sang ayah mengidap kanker perut stadium empat. Ji An pun marah, ia pikir Ji Ho bercanda. Ji Ho berkata, ayah mereka sudah pergi ke rumah sakit.


Ji Tae ingin membawa ayahnya ke rumah sakit. Ia masih belum percaya ayahnya kena kanker. Ia juga marah karena sang ayah tidak memberitahu mereka sejak awal.

“Kankernya sudah menyebar ke peritoneum.” Ucap Tuan Seo, membuat Ji Tae dan Nyonya Yang tambah syok.


Ji An syok. Ia baru sadar kenapa sang ayah memaksanya pergi ke Finlandia minggu depan.

“Myung Shin-ah, aku harus bagaimana?”

“Pulanglah dahulu. Dengarkan penjelasan ayahmu soal apa yang terjadi.”

“Dia tidak seperti ini sebelumnya.” Ucap Ji An.

“Aku akan mengantarmu pulang.” Jawab Myung Shin.


“Tidak. Aku ingin sendirian.” Ucap Ji An.


Tuan Seo melarang keluarganya menangis di hadapannya. Ia berkata, ingin melakukan hal yang belum pernah ia lakukan agar bisa pergi dengan tenang. Ji Ho pun kesal. Ia bilang, keinginan ayahnya itu tidak masuk akal.

“Kenapa tidak? Itu yang ayah inginkan. Seperti yang sudah ayah bilang, ayah ingin meninggal seperti keinginan ayah. Semua pasti akan mati, bukan? Siapa yang tidak akan mati?” ucap Tuan Seo.

“Untuk sekarang, aku akan memastikan ke rumah sakit. Mari bicarakan nanti. Aku ingin mencari cara untuk mengobatinya dan apakah harus menjalani operasi.” Jawab Ji Tae.

“Ayah sudah melarangmu melakukan itu. Tingkat keberhasilannya lebih rendah dari 10 persen. Ayah tidak ingin menghabiskan sisa hidup ayah di rumah sakit untuk itu. Bagaimana jika ayah meninggal saat menjalani operasi? Kau akan menuntaskan masalah ayah?” ucap Tuan Seo.

“Meski hanya satu persen, ya. Aku tidak bisa membiarkan Ayah pergi seperti ini.” Tegas Ji Tae.

“Aku juga.” Ucap Ji Ho.

“Kalian masih terlalu muda. Berkat kalian, semua urusan ayah sudah beres Kalian membereskan semuanya. Kali terakhir, itu hanya kanker imajiner, tapi kalian merawat ayah dengan baik. Sebelum itu, ayah harus mengakui ayah merasa dikhianati. Rasanya amat menyedihkan. Ayah merasa ditolak dan diabaikan sebagai ayah kalian. Ayah kecewa dan marah. Ayah pikir sudah tidak punya apa-apa. Ayah pikir sudah gagal dalam hidup. Jadi, ayah senang. Ayah tidak sabar ingin mati. Ayah bahkan tidak perlu ke rumah sakit. Semuanya amat jelas bagi ayah. Saat itu terjadi, ayah pikir anak-anak dan istri ayah berusaha bersikap baik karena ayah sekarat dan tidak ingin memiliki penyesalan. Tapi ayah cukup senang bisa dirawat. Kalian peduli kepada ayah.” Jawab Tuan Seo.

“Maaf.” Ucap Ji Tae dan Ji Ho.

“Lalu ayah tahu ternyata tidak menderita kanker. Ayah malu sekali. Tapi juga senang. Bukan karena bisa hidup lagi, tapi karena kalian memikirkan ayah. Ayah senang karena kalian peduli kepada ayah.” Jawab Tuan Seo.

“Ayah.” Panggil Ji Tae.

 “Ayah sadar kau tidak melupakan atau membenci ayah. Ayah amat bersyukur.” Ucap Tuan Seo.

“Bisa-bisanya ayah bersyukur karena hal itu.” Marah Ji Ho.


“Jika ayah tidak melalui itu, kesalahpahamannya akan berlanjut. Ayah tidak akan bisa meluruskannya dengan kalian. Jadi, semua urusan ayah sudah tuntas.” Ucap Tuan Seo.

“Aku tidak tahu apa yang selama ini ayah lalui.” Sesal Ji Tae.

“Tentu saja. Kau belum menjadi ayah. Kau akan segera memahaminya. Tidak. Kau sudah menjadi seorang ayah. Kau harus melindungi anakmu. Jadi, jangan sampai Soo A tahu ayah sakit. Rahasiakan dari dia sebisa mungkin. Ayah tidak bisa membiarkan dia melihat ayah seperti ini.” Ucap Tuan Seo.

“Itu sebabnya kau akan menetap di Jeongseon?” tanya Nyonya Yang.

“Untuk sepekan sampai ada tempat kosong di panti jompo. Soo A sedang hamil. Mana bisa seorang pasien tinggal bersamanya? Itu tidak boleh terjadi.” Ucap Tuan Seo.

“Ayah tidak perlu pergi dari rumah.” Jawab Ji Tae.


Lalu terdengar suara Soo A yang baru pulang. Tuan Seo langsung menyuruh Ji Tae keluar. Ia melarang Ji Tae memberitahu Soo A soal penyakitnya karena Soo A sedang mengandung cucunya.


Ji Tae pun keluar. Soo A ingin bertemu ayah tapi Ji Tae buru2 bilang kalau ayah ingin tidur. Ji Tae lalu mengajak Soo A ke atas. Soo A menurut dan naik ke atas bersama Ji Tae tanpa mencurigai apapun.


Ji An yang duduk sendirian di taman, baru saja dapat sms dari Ji Tae. Ji Tae memberitahu kalau mereka akan ke rumah sakit besok untuk memastikan kondisi ayah.


Gi Jae penasaran dengan rencana Do Kyung. Ia menduga Do Kyung memang sudah berniat menjadi CEO menggantikan kakeknya. Do Kyung berkata, terlepas dari kekecewaannya, kakeknya tetaplah pendiri Haesung dan ia tidak bisa membiarkan paman dan bibinya mengusir semua orang dari Haesung.

“Jadi, kau memang akan mengambil kesempatan, tapi ayahnya Ji An memberimu kartu trufnya.” Ucap Gi Jae.

“Aku bahkan tidak punya waktu untuk memeriksa faktanya.” Jawab Do Kyung.

“Apa langkahmu berikutnya? Akankah kau menjadi pemimpin muda yang revolusioner dan mempekerjakan eksekutif profesional? Perusahaan tidak akan dikelola oleh keluargamu?” tanya Gi Jae.

“Saat menunggu Kakek siuman di depan ruang ICU, aku takut. Kewajiban yang harus kuterima membuatku takut. Meski dia bangun pun, kukira Kakek akan menghancurkan Ji An.” Jawab Do Kyung.

“Dia tidak akan membiarkannya.” Ucap Gi Jae.


“Aku membuat keputusan sendiri, tapi Kakek dan orang tuaku berpikir itu demi Ji An. Pasti keluarga Ji An akan terkena getahnya. Itu sebabnya aku harus merahasiakannya dari Ji An juga.” Jawab Do Kyung.

“Aku sudah curiga, lantas itu berarti?” tanya Gi Jae.

 “Aku ingin hidup di jalanku sendiri, Gi Jae-ya.  Memberi perintah, mempekerjakan bawahanku, dan membuat keputusan. Itu tidak seru. Aku suka terjun langsung.” Jawab Do Kyung.

“Kini semuanya sudah jelas.” Ucap Gi Jae.

“Kami bisa fokus pada pekerjaan masing-masing. Aku bisa melakukan pekerjaanku dan Ji An akan di sana mengerjakan pekerjaannya.” Jawab Do Kyung.



Nyonya No tidak mau bercerai. Tuan Choi penasaran, apa alasan Nyonya No tidak mau bercerai. Apa karena Nyonya No takut org2 berpikir ia meninggalkan Nyonya No karena masa lalu Nyonya No. Nyonya No pun balik bertanya alasan Tuan Choi menggugat cerainya.

“Kau tidak meminta maaf. Kau tidak merasa bersalah. Kau tidak memahami orang lain. Dibawah namamu sebagai putri pemilik Haesung, kau sombong dan angkuh. Aku membenci hal itu. Aku juga membenci Haesung. Semuanya sia-sia.” Ucap Tuan Choi.

“Kini kau membenciku? Setelah selama ini?” tanya Nyonya No.

“Aku hidup selama 25 tahun untuk menepati janjiku. Kurasa itu sudah cukup.” Jawab Tuan Choi.

“Janji? Apa maksudmu?” tanya Nyonya No.

“Kau sangat ingin mempertahankan Haesung. Pak Seo Tae Soo membantumu mewujudkannya, tapi kau bahkan tidak berpikir untuk berterima kasih kepadanya.” Jawab Tuan Choi.


“Kau sudah melakukannya lebih dahulu.” Ucap Nyonya No.

“Dia sungguh mengejutkanku. Apakah semangatnya? Atau keputusasaannya? Aku melihatnya saat dia berusaha membantu Ji An dan Ji Soo. "Apa yang kulakukan?" "Aku hidup untuk siapa?" Selama ini aku keras mendidik anak-anakku. Aku menjaga jarak dan hidup dengan cara yang salah. Aku sungguh menyesali itu.” Jawab Tuan Choi.

“Lingkungan kita berbeda.” Ucap Nyonya No.

“Kini sudah saatnya kau juga berpikir. Berhenti terobsesi denganku demi menyelamatkan harga dirimu. Itu bukan kebiasaanmu jika kau masih ingin menjadi ibu anak-anak kita. Berhenti menggangguku juga.” Jawab Tuan Choi.



Di kamarnya, Ji Soo lagi mikirin keseriusan Hyuk yang ingin putus denganya. Dia lalu membuka blog Hyuk dan menemukan pesan Hyuk untuk akun Bread Pitt nya.

Bread Pitt, kau sudah bertemu dengan orang yang menghargaimu? (Hyuk)

“Apa ini?” kaget Ji Soo.

Aku menanyakan ini karena belum menemukannya. Kau selalu berkomentar di blogku. Berarti kau yang memahami betapa berharganya aku. Aku ingin bertemu denganmu. Firasatku mengatakan kau seorang wanita. (Hyuk)


Di kamarnya, tampak Hyuk yg lagi meninggalkan pesan untuk Bread Pitt

Aku sungguh berharap jarak kita tidak jauh. (Hyuk)



“Dia menggodanya? Hei, Sunwoo Hyuk. Teganya kau melakukan ini kepadaku.” Sewot Ji Soo.


Di kamarnya, Hyuk tersenyum jahil dan terus meninggalkan pesan di kolom komentarnya. Ia berkata, ingin bertemu dengan orang yang menghargainya. Kesal, Ji Soo pun setuju bertemu dengan Hyuk.


Esok harinya, Ji Soo yang baru bangun dan keluar kamarnya, mendapati Hyuk sudah berpakaian rapi dan hendak pergi.  

Yong Gook menduga, Hyuk ada kencan buta. Tapi Hyuk bilang, ia mau pergi rapat dengan partner barunya.

Hyuk pun pergi. Ji Soo sewot bukan main.


Saat sarapan, Seohyun bertanya kapan sang ibu akan kembali bekerja? Apakah ia bisa sekolah keluar negeri musim panas nanti? Bukan menjawab, Nyonya No malah menyuruh Seohyun masuk ke kamar. Seohyun pun menurut, meski dengan wajah kesal dan pergi ke kamarnya.


Nyonya No ingin bicara dengan Do Kyung soal pemecatannya. Tuan Choi yang enggan mendengar apa yang mau disampaikan istrinya, memilih pergi dari ruang makan.


Setelah Tuan Choi pergi, Nyonya No meminta penjelasan Do Kyung. Do Kyung menjelaskan, bahwa perusahaan membutuhkan orang seperti Tuan Jung. Ia juga meminta sang ibu menjauh dari Haesung untuk saat ini untuk menarik kepercayaan para pemegang saham lagi.

“Tapi jika spesialis manajemen bekerja lebih baik daripada Ibu dalam jangka waktu itu, kita tidak punya pilihan.” Ucap Do Kyung.

Do Kyung lalu berdiri. Ia bilang, harus ke kantor karena ada rapat. Nyonya No hanya bisa menghela napas kesal.


Tuan Choi ke kamar Seohyun. Tuan Choi mengajak Seohyun makan siang diluar. Sontak, Seohyuun kaget.


Ji An dan Ji Tae menemui dokternya Tuan Seo. Dokter bilang, tidak ada jalan untuk menyembuhkan Tuan Seo. Sel kankernya sudah menyebar. Disamping itu, kondisi Tuan Seo yang lemah tidak memungkinkan bagi Tuan Seo untuk menjalani operasi atau kemoterapi.

“Lantas berapa lama lagi waktunya?” tanya Ji Tae.

“Maksimal satu atau dua bulan. Tapi tidak ada yang tahu.” Jawab dokter, membuat Ji Tae dan Ji An tambah down.


Nyonya Yang merasa dialah yang seharusnya mati. Nyonya Yang bilang, dialah yang pantas mati. Tuan Seo marah, ia bilang jika Nyonya Yang merasa bersalah maka Nyonya Yang harus hidup sehat dan berumur panjang. Tuan Seo lalu menyemangati istrinya. Ia bilang, jika dipikir lagi, kesalahan sang istri tidak begitu buruk.

“Ji An menemukan kegemarannya setelah hidup bersama keluarga itu. Jadi, jangan khawatir. Pergilah bekerja.” Ucap Tuan Seo.


Ji An menyendiri di taman. Ia berusaha menguatkan dirinya.


Do Kyung dan staff nya mulai menyeleksi calon pimpinan Haesung FNB. Do Kyung bilang, ia tidak perlu seseorang yang bergelar MBA atau orang yang pernah menjadi eksekutif. Ia hanya perlu seseorang yang ahli menjalankan bisnis waralaba.


Ji An kembali ke rumahnya dengan wajah ceria. Ia memberitahu ayahnya kalau ia sudah memutuskan untuk menunda keberangkatannya. Tuan Seo tidak setuju. Tapi Ji An kekeuh tidak mau pergi.

“Jika kau tidak pergi, ayah akan mati lebih cepat.” Ucap Tuan Seo.

“Andaikan berada di posisiku, bisakah Ayah pergi? Andaikan aku sakit parah, masih bisakah Ayah ke luar negeri?” tanya Ji An.

“Ayah ini orang tuamu dan kau putri ayah. Kau akan menjadikan ayah orang tua yang menyusahkan anaknya meski sudah sekarat?” ucap Tuan Seo.

“Aku akan pergi. Aku pasti akan pergi. Kelasnya dimulai musim semi ini, jadi, aku bisa pergi beberapa bulan lagi.” Jawab Ji An.


“Kau harus belajar bahasa Finlandia. Hanya dengan begitu kau bisa mengambil kelas.” Ucap Tuan Seo.

Tuan Seo lalu bertanya, siapa yang memberitahu Ji An penyakitnya. Ji Tae atau Ji Ho?

“Kenapa Ayah begitu egois? Ayah tidak berpikir aku akan pulang saat tahu meski sudah di sana? Aku hanya akan membuang-buang uang untuk membeli tiket.” Ucap Ji An.

“Lantas kapan kau akan pergi? Kau mendapatkan kesempatan ini. Ini amat penting. Kau mendapatkan kesempatan ini dan ayah membantumu pergi. Kau tidak boleh melewatkan kesempatan penting ini.” Jawab Tuan Seo.

“Aku tahu. Apa pun yang terjadi, aku akan mulai masuk musim semi ini. Jadi, biarkan aku di sisi Ayah sampai saat itu. Aku akan berusaha keras belajar bahasa Finlandia di sini. Ya?” ucap Ji An.


“Apa yang salah dari ayah? Kenapa ayah masih menyusahkanmu meski sudah sekarat?” jawab Tuan Seo.

Ji An pun langsung memeluk ayahnya.


Nyonya Yang berniat berhenti bekerja, demi merawat Tuan Seo.


Tuan Seo muntah lagi. Ji An menunggu di depan kamar mandi sambil menangis.


Tak lama kemudian, Nyonya Yang pulang. Melihat Ji An menangis, Nyonya Yang pun langsung menariknya duduk.

“Berpura-puralah kau tidak melihat apa-apa. Saat Nenek seperti itu, ayahmu hampir gila. Dia memahami kita lebih dari siapa pun.” Ucap Nyonya Yang.


Saat Tuan Seo keluar dari kamar mandi, mereka langsung menyeka air mata mereka. Nyonya Yang berkata, akan ikut ke Jeongseon bersama Tuan Seo.

“Saat ibumu sakit, kau menyesal tidak mencoba terapi enzim. Kau bilang ada yang pernah menjalani perawatan itu. Beberapa orang bisa sembuh saat mereka pindah ke area berudara bersih dan makan makanan segar. Aku tidak bisa membiarkanmu pergi sendiri. Jadi, aku akan ikut bersamamu.” Ucap Nyonya Yang.


Ji An pun mengantarkan kedua orang tuanya ke bis. Setelah mereka pergi, Ji An menangis lagi.


Di bis, Tuan Seo menggenggam erat tangan istrinya. Sang istri pun tersenyum.


Ji Soo menyusul Hyuk ke kafe.

“Teganya kau melakukan ini kepadaku. Kau kemari untuk menemui seorang wanita.” Labrak Ji Soo.

“Kau putus denganku.” Ucap Hyuk.

“Kapan? Kapan aku putus denganmu?” tanya Ji Soo.

“Kau bilang sebaiknya kita putus. Kau bilang kepada kakakku bahwa kau tidak bisa menemuiku. Bukan hanya itu. Kubilang aku tidak bisa berkencan dengan seseorang yang tidak bisa membagikan perasaannya denganku.” Jawab Hyuk.

“Tapi tetap saja, teganya kau bertemu dengan Bread Pitt padahal kita masih bersama.” Ucap Ji Soo.

“Bread Pitt ingin mengenalku.” Jawab Hyuk.

“Kenapa kau tidak terkejut? Kau tidak penasaran bagaimana aku bisa kemari?” tanya Ji Soo.

Hyuk pun mengeluarkan surat Ji Soo. Sontak Ji Soo kaget, ia berusaha mengambil suratnya tapi dicegah Hyuk. Hyuk pun membaca surat Ji Soo sampe habis kalau Ji Soo mau mengenalnya lebih dekat.

“Bukan hanya itu. Kau juga berkomentar di blogku. Sebelum kau dipaksa ke luar negeri. Jika mau menarik ucapanmu, silakan duduk. Jika kau ingin tetap menjaga jarak dan cemas sendiri, pergilah.” Ucap Hyuk.


Ji Soo pun langsung duduk dan menatap Hyuk lekat2.

“Kupikir aku sudah terbebas dari keluarga Haesung, tapi dalam rapat pemegang saham, aku khawatir karena mereka. Meski aku telah memutuskan untuk hidup sebagai Seo Ji Soo. Masalah lainnya adalah tempat tinggalku. Setelah dipecat dari toko roti, aku tidak punya alasan untuk tinggal di daerah itu. Tapi aku sadar tidak punya tempat untuk kembali. Aku juga bingung apakah aku Eun Seok atau Ji Soo.” Ucap Ji Soo.


“Kenapa kau harus memilih di antara keduanya? Seo Ji Soo. Choi Eun Seok. Kenapa namamu sangat berarti bagimu? Kenapa kau cemas memikirkan ingin hidup bersama Haesung atau keluargamu? Di mana pun tempatmu, jadilah dirimu sendiri dan jangan lupakan siapa dirimu.” Jawab Hyuk.

“Jadi, tidak masalah jika aku tidak lupa siapa diriku?” tanya Ji Soo.

“Ya, wanita yang kusukai. Sekarang namamu Seo Ji Soo. Sebelumnya namamu Choi Eun Seok. Itu hanya nama. Coba pikirkan. Jika namaku bukan Sunwoo Hyuk, kau tidak akan menyukaiku?” ucap Hyuk.

“Kau benar. Tidak penting aku Eun Seok atau Ji Soo. Aku tetaplah diriku.” Jawab Ji Soo senang.


Mereka pun baikan.


Ji Ho ke toko roti Boss Kang. Ia takjub melihat banyaknya pelanggan toko roti Boss Kang. Ji Ho pun penasaran, apa roti Boss Kang seenak itu. Ia lantas membeli banyak roti Boss Kang. Boss Kang mengenali Ji Ho sebagai adiknya Ji Soo.

“Hari ini, aku tidak kemari sebagai adiknya Kak Ji Soo. Aku bersiap untuk bisnisku.” Ucap Ji Ho.

“Bersiap untuk bisnismu?” tanya Hee.

“Berapa banyak roti yang kalian buat dalam sehari?” tanya Ji Ho.

“Kami membuat semuanya sendiri, jadi, tidak bisa banyak.” Jawab Hee.

“Kudengar banyak pelanggan tidak bisa membeli roti?” tanya Ji Ho.

“Kenapa kau bertanya?” tanya Boss Kang balik.

“Hari ini pemanasan.” Jawab Ji Ho.


Hyuk bercerita, kalau ia menemukan surat Ji Soo saat Ji Soo kehilangan buku resepnya jadi itu sudah lama. Ji Soo pun merasa malu. Saking malunya, ia sampai menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

“Seo Ji Soo.” Panggil Hyuk.

“Ya.” Jawab Ji Soo sambil menatap Hyuk.

“Cuuup.” Hyuk mencium bibir Ji Soo! Ji Soo pun terpana.


Ji An yang baru kembali studio, melihat Do Kyung berdiri di depan studio. Tangis Ji An langsung pecah.

Do Kyung berbalik. Ia terkejut melihat Ji An menangis dan langsung menghampiri Ji An.

“Ada apa? Kenapa kau menangis?” tanya Do Kyung.

Ji An tidak menjawab dan malah menyenderkan kepalanya di bahu Do Kyung.

Sontak, Do Kyung bingung.

“Biarkan aku tetap seperti ini sebentar saja.” Pinta Ji An.

Do Kyung pun memeluk Ji An. Ji An menangis di pelukan Do Kyung.


Dari kejauhan, Hyuk menatap mereka dengan cemas.

0 Comments:

Post a Comment