.

I Have a Lover Ep 7

Sebelumnya <<<


Hujan turun dengan sangat deras, namun Hae Gang tak beranjak sedikit pun dari posisinya. Ia duduk termenung di teras rumahnya dengan pandangan terluka. Sementara itu, Jin Eon dan Seol Ri yang kehujanan berlari menutupi kepala mereka menuju penginapan. Kita kembali ke Hae Gang--kata2 Jin Eon terngiang2 di telinganya.

"Aku mencintaimu, Do Hae Gang.  Aku cinta padamu. Menikahlah denganku. Aku berjanji akan melindungimu, menjagamu. Seumur hidupmu, tiap hari dalam hidupmu. Aku akan menjagamu dan menyayangimu."


Tangis Hae Gang pun pecah. Pagi harinya... Jin Eon tidur sambil memeluk Seol Ri. Seol Ri terbangun dan menatap Jin Eon. Dalam hati, Seol Ri berkata ia takut kehilangan Jin Eon. Tapi ia juga takut menghancurkan hidup Jin Eon.
"Meskipun cinta ini singkat, meskipun cinta ini tak terlihat seperti debu tetap saja ini cinta. Kau juga bilang padaku, Sunbae, bahwa ini adalah cinta." batin Seol Ri.


Tiba2, Jin Eon mengigau menyebut nama Eun Seol. Ia melarang Eun Seol pergi. Seol Ri terpengarah. Jin Eon pun kembali tenang. Seol Ri merebahkan kepalanya di bahu Jin Eon, lalu kembali memejamkan matanya.


Sementara Hae Gang?? Ia tidur di teras sampai pagi. Hae Gang terbangun karena mendengar suara Jin Eon. Hae Gang pun langsung celingak celinguk mencari Jin Eon. Dan ia pun kecewa menyadari itu hanya bayangannya saja. Hae Gang pun teringat momen2 sweetnya dengan Jin Eon.

Flashback.....


Jin Eon tidur di rerumputan halamannya. Sambil tiduran ia mengajak bicara Hae Gang yang tengah mengecat sesuatu.

  
"Anak kita pasti sudah tidak sabar ingin bertemu dengan ayah dan ibunya. Bagaimana kalau dia sangat cantik seperti dirimu? Apa yang akan kita lakukan? Di rumah ini, Do Hae Gang dan miniatur Do Hae Gang, memikirkannya saja membuatku terharu."

"Bagaimana kalau anak laki2? Choi Jin Eon dan miniatur Choi Jin Eon." jawab Hae Gang sambil menatap Jin Eon dan terus mengecat.

Jin Eon pun langsung menatap Hae Gang.

"Apa? Kalau begitu kau saja yang membesarkannya." jawab Jin Eon.


Hae Gang pun tertawa atas jawaban konyol Jin Eon. Jin Eon pun balas tertawa. Jin Eon lalu menatap Hae Gang. Ditatap Jin Eon seperti itu, membuat Hae Gang malu dan bertanya ada apa dan apa masalahnya kalau mereka punya anak laki2? Jin Eon malah berkata akan menciptakan keajaiban. Hae Gang pun meminta Jin Eon berhenti main2 dan mengajaknya mengecat. Jin Eon menolaknya dan mengajak Hae Gang berbaring disampingnya. Hae Gang tersenyum menatap Jin Eon, lalu pergi berbaring di samping Jin Eon.

 "Kau tahu tidak? Kini aku lebih mencintaimu ketimbang saat kita pacaran. Menurutmu, apa perbedaan cinta kita saat pacaran dan cinta yang kita miliki saat ini?" ucap Jin Eon.

"Tidak tahu. Aku tak yakin karena aku tidak benar2 mencintaimu." jawab Hae Gang bercanda.


Jin Eon pun langsung memiting Hae Gang. Hae Gang meringis kesakitan dan meminta Jin Eon melepaskan pitingannya dengan manja. Jin Eon melepaskan pitingannya, lalu berkata lagi kalau cinta saat mereka pacaran seperti hari saat salju pertama turun dan ia akan sangat merindukan Hae Gang. Sedangkan cinta saat ini seperti hari terakhir bersalju. Salju terakhir dalam hidupnya. Salju yang ingin dilihatnya bersama Hae Gang, berjalan bersama Hae Gang di bawah gempuran salju. Hae Gang pun berjanji akan berada disamping Jin Eon pada hari itu. Pada hari dimana salju itu turun. Jin Eon tersenyum dan memeluk erat Hae Gang, serta mencium keningnya.

Flashback end.....


Hae Gang tersenyum pahit teringat momen sweetnya bersama Jin Eon. Di belakang, Nyonya Kim berdiri dan menatap putrinya dengan tatapan sedih. Nyonya Kim lantas mendekati putrinya dan menyuruh putrinya siap2 untuk pergi bekerja. Hae Gang pun mengangguk pelan. Perlahan2 Hae Gang pun berdiri dan masuk ke rumahnya.

"Apa kau masih punya cabe?" tanya Nyonya Kim, berusaha menghibur Hae Gang.

"Ada di laci ketiga dalam kulkas." jawab Hae Gang lirih.

"Betapa bodohnya aku karena tidak dapat menemukannya sendiri." ucap Nyonya Kim, yang lantas membuat langkah Hae Gang terhenti.


Nyonya Kim sendiri terdiam. Mungkin ia sadar sudah salah bicara. Hae Gang pun menatap ibunya. Dengan tatapan terluka, Hae Gang bertanya bagaimana cara ibunya bisa bertahan. Ditinggalkan ayahnya, bagaimana ibunya bisa bertahan. Nyonya Kim pun menjawab semua itu karena Hae Gang. Hae Gang lah yang membuat ia bertahan. Hae Gang tersenyum lirih, matanya berkaca2.


Sekarang kita ke Presdir Choi dan Nyonya Hong yang lagi sarapan. Nyonya Hong membicarakan Jin Ri. Nyonya Hong berkata masalah Jin Ri saat ini bukan hanya kursi elektriknya, tapi juga infus yang dikenakan Jin Ri ternyata jus bawang putih. Publik sudah mengetahuinya dan sangat kecewa. Presdir Choi pun mendengus kesal karenanya.  Tae Seok dan Jin Ri keluar dari kamar dan bergabung di meja makan. Jin Ri tampak menundukkan wajahnya. Saat Jin Ri mengambil sendok, hendak makan, Presdir Choi membentaknya. Ia pun kaget.


"Tidak cukup dengan masalah kursi roda, kau keluar dengan infus bawang putih di tanganmu?" tanya Presdir Choi tidak percaya.

Tae Seok pura2 kaget, Bawang putih? Kenapa kau tidak menghisap jus bawang putihmu sekalian selagi kau duduk di kursi roda?


Nyonya Hong membuat situasi semakin panas. Tampaknya ia sengaja. Ia berkata itu bukan permohonan maaf, tapi tipuan terhadap seluruh masyarakat.
"Beraninya kau melakukan di hadapan seluruh kamera tanpa seonjangsang (sensasi)?" ucap Nyonya Hong.

Dan Jin Ri pun langsung menatap tajam Nyonya Hong.

"Bukan seonjangsang tapi jijunsung (ketulusan)." ucap Tae Seok membenarkan kalimat Nyonya Hong.


Presdir Choi pun menghela napas melihat kebodohan istrinya.

"Omo, apa aku mengatakan itu?" tanya Nyonya Hong kaget sambil menatap Tae Seok.

Nyonya Hong kembali menatap tajam Jin Ri.

"Lihat betapa marahnya aku. Ucapanku saja sampai salah." jawab Nyonya Hong.

"Aku melakukannya demi kebaikan ayah dan perusahaan, jadi kupikir yang terbaik mengatakan aku menderita karena depresi. Juga soal kursi roda elektrik, jika kuputuskan yang manual, akan membuatku tampak kurang tulus. Bukankah begitu? Buat apa orang berduit memakai kursi roda manual?" ucap Jin Ri panjang lebar.


Presdir Choi pun semakin marah mendengar penjelasan Jin Ri. Ia pun melarang Jin Ri makan dan keluar rumah sebagai hukumannya. Jin Ri kaget mendengar hukumannya. Nyonya Hong tersenyum puas menatap Jin Ri. Jin Ri pun kesal melihat senyum puas ibu tirinya. Presdir Choi kembali membentak Jin Ri, menyuruh Jin Ri naik ke atas.


"Tapi siapa sih yang menyebarkan videonya? Apa kau sudah tahu?" tanya Nyonya Hong sambil melirik Tae Seok.

Tae Seok terpengarah. Seolah2 dia pelakunya (kayaknya sih memang dia).

"Aku belum tahu." jawab Tae Seok.

"Apa saja yang kau lakukan? Pengguna internet sudah tahu soal infus bawang putih dan Perusahaan Farmasi C itu adalah Cheon Nyeon. Kita akan hancur." ucap Nyonya Hong.

"Setelah melakukan permohonan maaf, jika kita mencari pelaku yang menyebarkan video itu habislah perusahaan kita ibu mertua. Aku tidak mengatakan apa2 soal itu pada wartawan. Aku hanya bilang kita benar2 merasa menyesal. Aku sudah melakukan dasarnya kemarin." jawab Tae Seok.

Dan Presdir Choi pun teringat saat melihat Tae Seok berlutut di hadapan wartawan.

"Kau sudah melakukannya dengan baik, Menantu Min." puji Nyonya Hong.

Nyonya Hong pun bangkit dari duduknya. Ketika ditanya Tae Seok mau kemana, Nyonya Hong berkata mau memberikan Jin Ri air minum. Tae Seok mengangguk2 dan kembali melanjutkan makannya. Presdir Choi menatap Tae Seok penuh arti dan teringat saat menonton hasil wawancara Tae Seok.


"Ayah mertua..." ucap Tae Seok saat menyadari Presdir Choi memperhatikannya.

" Tentang ucapanmu sudah melakukan dasarnya, apa itu kau lakukan sebelum atau sesudah konferensi pers?" tanya Presdir Choi.

"Itu tentu saja setelah Jin Ri mengacaukan konferensi pers." jawab Tae Seok terbata2.

Presdir Choi memikirkan sesuatu. Sepertinya ia tak percaya ucapan Tae Seok.

"Tapi kenapa ayah ingin tahu?" tanya Tae Seok penasaran.

"Aku hanya penasaran saja. Jin Ri itu putriku, dan juga istrimu. Pikiranku memang agak konyol." jawab Presdir Choi.

"Memangnya apa yang ayah pikirkan?" tanya Tae Seok.


"Aku berpikir mungkin kau lah yang membocorkan video itu. Untuk menjatuhkan putriku, maksudku menjatuhkan istrimu." jawab Presdir Choi.

Tae Seok pun menyangkal sambil tersenyum licik.

"Sudah kubilang kan pikiranku agak konyol. Maafkan aku karena sudah berpikir seperti itu. Oh ya, tentang jabatan Wakil Presdir yang kosong, menurutmu siapa yang pantas melakukannya? Kenapa kau tidak merekomendasikan 5-6 orang?" ucap Presdir Choi.

 Tae Seok hanya tersenyum licik mendengarnya.


Jin Ri tiduran di kamarnya dengan wajah emosi. Nyonya Hong datang membawakan Jin Ri segelas air. Jin Ri menuduh Nyonya Hong senang diatas penderitaannya.

"Mana mungkin aku senang melihat penderitaanmu. Aku ini orang tua mu." jawab Nyonya Hong.

"Tidak usah belagak seperti orang tua!" ucap Jin Ri kesal.

"Aku yang membesarkanmu lebih dari 30 tahun." jawab Nyonya Hong.

"Yang membesarkanku adalah kematian ibuku! Mati kesepian saat sakit memikirkan kau dan anakmu, ibuku yang malang bahkan tak bisa menampar wajahmu." balas Jin Ri sambil menatap Nyonya Hong.


"Mari kita luruskan. Ibumu meninggalkan karena sakit." ucap Nyonya Hong.

"Hidupnya lebih singkat karena dia hidup dalam neraka." jawab Jin Ri.

"Kau masih kecil. Meskipun aku mengalami ketidakadilan yang tidak kau ketahui, aku tak ingin melakukannya lagi. Jika nanti kita berdamai, aku bisa memberitahukanmu saat waktunya tiba." ucap Nyonya Hong.


Jin Ri lalu membicarakan tentang Seol Ri. Nyonya Hong pun langsung kaget. Jin Ri tersenyum puas melihat kepanikan di wajah ibu tirinya. Jin Ri pun mengancam akan membeberkan perselingkuhan Jin Eon pada ayahnya. Nyonya Hong panik dan segera keluar dari kamar Jin Ri.


Jin Eon dan Seol Ri duduk berdua di halaman tempat mereka menginap. Seol Ri bertanya apa yang sedang dipikirkan Jin Eon. Jin Eon menjawab ia tidak memikirkan apapun. Jin Eon pun melontarkan pertanyaan yang sama.

"Saat bermimpi, hal terbaik atau terburuk jika kau terbangun? Aku memikirkan hal2 yang tak berguna seperti ini." jawab Seol Ri.

Seol Ri lalu menatap Jin Eon dan berkata itu hanyalah mimpi dan ia harus segera bangun.


" Ayo kesana, kemana pun kita pergi, kita lakukan sampai akhir." ajak Jin Eon.

Wajah Seol Ri pun langsung berseri2.

"Entah itu terjaga dari mimpi baik atau buruk, dalam mimpi atau diluar mimpimu, aku akan berada disampingmu. Entah dalam keadaan baik atau buruk, aku akan ada disini." ucap Jin Eon.


Senyum Seol Ri pun langsung mengembang.


Nyonya Hong pergi ke kantor, menemui Hae Gang. Hae Gang tampak tidak sehat. Nyonya Hong menanyakan dimana Jin Eon? Apa dia tidak pulang? Hae Gang pun terkejut saat Nyonya Hong berkata Jin Eon dan Seol Ri tidak ada di lab. Nyonya Hong menasihati Hae Gang, jika Hae Gang terus bersikap dingin dan arogan, Jin Eon akan benar2 meninggalkan Hae Gang. Nyonya Hong pun membujuk Hae Gang untuk membawa kembali Jin Eon. Hae Gang pun setuju.

Baek Seok kembali ke Chun Yeon Farmasi. Ia berpapasan dengan Hae Gang dan Nyonya Hong. Saat itu Hae Gang sedang mengantarkan Nyonya Hong ke lift. Tapi mereka tidak saling melihat. Baek Seok pergi ke resepsionis dan berkata ia ada janji dengan Tae Seok. Resepsionis pun menyuruh Baek Seok menunggu.


Baek Seok duduk di ruang tunggu. Hae Gang ke resepsionis, meminta berkasnya. Saat sedang melihat berkasnya, tanpa sengaja Hae Gang melihat Baek Seok. Saat itu, Baek Seok sedang melihat lidahnya yang berwarna hitam di cermin. Hae Gang menatap Baek Seok aneh. Tak berapa lama, resepsionis menyuruh Baek Seok masuk ke ruangan Tae Seok. Sebelum masuk, Baek Seok mengucapkan sebuah mantra. Hae Gang lagi2 memberikan tatapan anehnya pada Baek Seok.


Tae Seok menatap plang namanya dengan wajah kesal. Tak lama kemudian, ia pun melempar plang namanya dan mengenai Baek Seok. Untung Baek Seok menangkisnya, dengan tasnya. Tae Seok terkejut dan merasa malu melihat Baek Seok. Sedangkan Baek Seok menatap Tae Seok dengan tatapan aneh. Seketaris menawarkan secangkir kopi, tapi Baek Seok meminta es americano.


Baek Seok memungut pecahan plang nama Tae Seok di lantai dan mengembalikannya pada Tae Seok. Tae Seok terpaku, ia ingat omongan Baek Seok soal hak paten obat. Tae Seok pun mengambil pecahan plang namanya dan mempersilahkan Baek Seok duduk. Baek Seok lantas memberikan kartu namanya.


"Berikan kami ganti rugi selama 2 minggu atau waktu 6 bulan. Pilih diantara dua pilihan ini. Kemarin aku datang untuk urusan ini, tapi setelah menonton berita tadi pagi aku pikir sebaiknya aku merubah strategiku untuk mengancammu." ucap Baek Seok to the point.

"Mengancam?" tanya Tae Seok heran.

"Anda tahu kan, Perusahaan Farmasi Chun Nyeon memiliki opini publik terburuk saat ini? Aku pikir aku bisa menambahkan minyak ke dalam apinya. Kepala berita, 'Nenek malang, terusir ke jalanan dari rumah yang ditempatinya selama 20 tahun karena Perusahaan Farmasi Chun Nyeon....

Tae Seok mendengarkan Baek Seok dengan seksama.

"Mohon perbolehkan Nenek Nam Cho Rok tinggal di rumah itu selama 6 bulan lagi. Saya benar2 memohon, ah tidak.. saya mengancam anda." ucap Baek Seok lagi.

"Obat itu, orang yang mengembangkan obat itu setahun lebih awal dari Choi Man Ho jika anda memperbolehkan saya bertemu dengan orang itu, saya akan menuruti permintaan anda." ucap Tae Seok.


Wajah Baek Seok pun langsung berubah serius. Sementara itu, di ruangannya Hae Gang sedang melihat akun jejaring sosial Seol Ri. Hae Gang emosi melihat foto2 yang diposting Seol Ri. Seol Ri memposting foto tempat ia menginap dengan Jin Eon. Hae Gang marah, saking marahnya ia sampai merasakan sakit di dadanya. Hae Gang pun langsung memegangi dadanya yang terasa sakit.


Tae Seok melihat sertifikat hak paten milik Ji Hoon. Baek Seok berkata kalau Ji Hoon sudah lama meninggal. Tae Seok bertanya pada Baek Seok, apa Baek Seok tahu kenapa Presdir Choi bisa disebut sebagai pengembang pertama.

"Kemarin saya pikir ini aneh, jadi saya memeriksa sertifikat hak paten yang terdaftar." jawab Baek Seok.

"Lalu?" tanya Tae Seok penasaran.

"Pada tanggal 16 Mei 1981 paten dipindahkan pada Choi Man Ho. Sayang sekali tidak ada gugatan hukum." jawab Baek Seok.

"Dipindahkan? Untuk melakukan pemindahan, mereka berdua pasti berteman baik." ucap Tae Seok.

"Lalu apakah saya bisa bilang pada nenek kalau beliau bisa tinggal di rumahnya selama 6 bulan lagi?" tanya Baek Seok.


Tae Seok mengangguk, tapi bukan karena permintaan Baek Seok. Baek Seok tersenyum lega. Tae Seok teringat igauan Presdir Choi. Dalam tidurnya, Presdir Choi memohon agar Ji Hoon tidak melakukannya. Presdir Choi juga berkata tentang putri Ji Hoon yang ada padanya. Tae Seok pun tersadar.

Dokgo Ji Hoon? Dokgo Yong Gi?" batinnya terkejut, sampai2 ia menjatuhkan sertifikat hak paten yang dipegangnya.

Baek Seok heran melihat Tae Seok, tapi ia tidak berkata apapun dan memilih pergi.

"Dokgo Yong Gi adalah putri Dokgo Ji Hoon?" gumamnya.

Kata2 Presdir Choi pun kembali terngiang di telinganya, Putrimu ada padaku. Aku memilikinya.


Hae Gang sedang menunggu lift terbuka. Baek Seok datang sambil mendengarkan lagu dengan earphonenya dan bernyanyi keras2. Begitu pintu lift terbuka, Baek Seok langsung menerobos masuk tanpa melihat wajah Hae Gang. Hae Gang tampak kesal dengan nyanyian Baek Seok. Baek Seok baru berhenti setelah ditegur salah seorang karyawan Hae Gang. Baek Seok lalu membagi2kan permen pada orang2 di lift. Baek Seok hendak memberinya pada Hae Gang, tapi karena Hae Gang tidak menoleh akhirnya Baek Seok memberinya lewat tangan karyawan Hae Gang. Hae Gang menatap permen yang diberikan Baek Seok. Ada gambar wajah tersenyum disana. Hae Gang pun tersenyum, untuk yang pertama kalinya. Namun matanya terlihat berkaca2. Hae Gang lantas memakai kacamata hitamnya untuk menutupi tangisnya.



Yong Gi ternyata berada di rumah sakit. Ia tertidur pulas. Disampingnya, anak buah Tae Seok berdiri mengawasinya. Tak lama kemudian, Tae Seok datang. Tae Seok menyuruh anak buahnya membangunkan Yong Gi.


Di sisi lain, kita melihat nenek Yong Gi yang duduk di halte. Begitu bis datang, nenek Yong Gi langsung berdiri dan melihat2 ke dalam bis dengan wajah cemas. Bis pun kembali melaju. Nenek Yong Gi kembali ke halte.


"Aigoo, apa yang terjadi pada cucuku? Aigoo, Yong Gi. Dimana dan sedang apa dirimu? Kenapa belum pulang?Nenek menunggumu. Kenapa belum sampai? Cepatlah pulang, segeralah pulang." rengek nenek Yong Gi.


Tae Seok sedang menunggu Yong Gi. Tak lama, Yong Gi keluar dari kamar mandi. Tae Seok langsung membantu Yong Gi duduk di kasur. Tae Seok terlihat mencemaskan Yong Gi. Yong Gi berterima kasih pada Tae Seok karena sudah menolongnya dan bayinya. Tae Seok merendah. Ia berkata dokter terlalu melebih2kan. Yong Gi tetap berterima kasih dan tidak tahu bagaimana caranya membalas kebaikan Tae Seok. Tae Seok pun tersenyum ramah.

"Apalagi selanjutnya? Haruskah aku membawakanmu bubur abalone?" tanya Tae Seok.

"Tidak perlu. Aku harus segera pulang. Aku tidak bisa menelpon ke rumah kemarin, kurasa nenek pasti mencemaskanku." jawab Yong Gi.

"Kalau begitu biar kuantar." ucap Tae Seok.

"Aku naik taksi saja." jawab Yong Gi.

"Tapi itu akan membuatmu tidak nyaman." ucap Tae Seok.


Tae Seok mengantarkan Yong Gi pulang. Sambil berjalan menuju rumah Yong Gi, Tae Seok bertanya ada berapa orang keluarga Yong Gi. Yong Gi pun berkata ia hanya tinggal dengan neneknya. Orang tuanya sudah meninggal saat ia masih kecil. Tae Seok lalu bertanya nama ayah Yong Gi.

"Dokgo Ji Hoon." jawab Yong Gi.

Tae Seok pun tersenyum licik. Sayang, Yong Gi tidak melihat senyum licik itu.

"Tapi kenapa kau menanyakan nama ayahku?" tanya Yong Gi heran.

"Kau punya nama menarik dan aku penasaran dengan nama ayahmu." jawab Tae Seok.


"YONG KI-ya!" terdengar suara teriakan nenek Yong Gi. Yong Ki pun langsung memeluk sang nenek. Tae Seok memperhatikan mereka dengan wajah tegang. Sang nenek terlihat cemas. Ia bertanya, apa Yong Gi baik2 saja? Apa Yong Gi sakit? Kenapa tidak memberitahunya? Seharusnya Yong Gi memberitahunya.

Yong Gi berkaca2 menatap sang nenek.

"Setidaknya aku bisa menghangatkanmu dari dalam dan menghiburmu dengan memasakkanmu sup daging sapi. Kau tidak boleh seperti ini. Karena kau mencemaskan nenek, kau bersedia dipermalukan dan berangkat kerja setiap pagi." ucap nenek.

Yong Gi terkejut.


"Aku pergi ke kantormu dan aku tahu semuanya. Aku melihat mejamu." ucap neneknya lagi.

"Aku baik2 saja, Nek. Aku ini Dokgo Yong Gi. Kalau Yong Gi tidak berani, siapa lagi?" hibur Yong Gi.

"Jangan berkata2 apa dan jangan lakukan apapun. Tak peduli apapun yang dikatakan orang, lakukan saja diam2 seperti yang disuruh. Bertahanlah Yong Gi." ucap neneknya lagi.

"Semuanya sudah selesai, Nek." jawab Yong Gi.

"Apa?" kaget sang nenek.


Yong Gi lalu memperkenalkan neneknya pada Tae Seok. Yong Gi juga bilang besok Tae Seok akan mencabut sangsinya dan memberikan sangsi pada Manajer Byun. Tae Seok membungkukkan badannya, memberi hormat pada nenek Yong Gi. Tae Seok juga berkata kalau Yong Gi adalah asset berharga bagi perusahaannya. Yong Gi senyum2 mendengarnya. Nenek Yong Gi terharu dan mengucapkan terima kasih pada Tae Seok.


Hae Gang mendatangi penginapan Jin Eon dan Seol Ri. Namun baru sampai di depan pintu, ia berhenti. Wajahnya terlihat pucat2. Kata2 Nyonya Hong terngiang2 di telinganya.

"Tidak boleh buang2 waktu lagi. Kita harus segera menemukan Jin Eon dan membawanya pulang. Jangan sampai ayah tahu. Jika Jin Ri mengatakan sesuatu, kita bisa bilang itu tidak benar. Sebelum Jin Ri merencakan sesuatu, kita harus memisahkan mereka. Dia sudah hidup tersiksa saat ini, dia tidak mau mati sendirian. Jin Ri akan berusaha menyentuh Jin Eon dan nenyeretnya jatuh bersama. Dia akan mencabik2 putraku." ucap Nyonya Hong.


Hae Gang pun masuk ke dalam. Ia melihat ke sekitar penginapan dan terkesiap menemukan sepatu Jin Eon dan Seol Ri berada di teras sebuah kamar. Hae Gang hendak masuk ke kamar. Tapi tangannya terhenti saat akan membuka pintu. Lalu terdengar suara Jin Eon dari dalam.

"Hei, aku tidak tidur. Buka pintunya dan masuk." suruh Jin Eon.

Hae Gang syok dan tidak jadi membuka pintu.

"Mari kita seperti ini saja selama 10 menit, lalu keluar membeli makanan." ucap Jin Eon lagi.


Jin Eon yang sedang membaca di kamar, menoleh ke pintu. Terlihat bayangan Hae Gang di depan pintu. Jin Eon yang menyangka itu Seol Ri, menyuruh Seol Ri masuk. Hae Gang berdiri terpaku di depoan kamar. Karena Seol Ri tak kunjung masuk. Jin Eon pun bergerak ke pintu. Hae Gang tampak ketakutan ketika Jin Eon berkata akan membuka pintu. Tepat saat Jin Eon akan membuka pintu, Hae Gang pergi. Pintu pun terbuka. Jin Eon heran karena tidak mendapati Seol Ri.


Hae Gang terus berlari. Tanpa ia sadari, Seol Ri lewat di belakangnya dan masuk ke penginapan dengan wajah ceria.


Hae Gang berhenti di tepi sungai. Ia menarik napasnya yang terengah2 dan wajahnya terlihat pucat. Perlahan2 Hae Gang mendekat ke tepi sungai. Ia menatap lurus ke depan dengan pandangan terluka.


Jin Eon duduk di halaman sambil membaca buku. Seol Ri datang, membawa sepasang sandal plastik. Seol Ri menyuruh Jin Eon memakainya, tapi Jin Eon menolak. Seol Ri memaksa Jin Eon, ia bahkan berusaha mengangkat kaki Jin Eon tapi tidak berhasil. Seol Ri tak patah arang. Ia berguling2 di halaman agar Jin Eon luluh. Hasilnya? Jin Eon luluh dan memakai sandal yang dibawa Seol Ri. Seol Ri senang dan memperlihatkan kakinya yang juga memakai sandal yang sama dengan Jin Eon.


Jin Eon dan Seol Ri lalu pergi berjalan2. Mereka tiba2 di tepi sungai tempat Hae Gang berada. Tapi mereka tidak menyadari keberadaan Hae Gang.

"Yang kupelajari dari hidup, dalam beberapa kata adalah sebagai berikut." ucap Seol Ri.

"Saat seseorang mencintaiku, hari itu seperti hari yang indah. Aku tak tahu ekspresi lebih baik dari hari ini. Hari itu seperti hari yang indah.." ucap Jin Eon dan Seol Ri bersama2.


Mereka lalu berhenti melangkah. Dan Seol Ri berteriak, Ya Hu! Ini hari yang indah!

Hae Gang yang mendengar teriakan Seol Ri, menatap Seol Ri. Wajah Hae Gang sangat pucat. Seol Ri lalu tersenyum dan menatap Jin Eon.

"Meskipun aku tidak bilang apapun, kau sudah tahu kan Sunbae? Sunbae kau tahu aku titik titik padamu." ucap Seol Ri.
*Titik titik maksudnya cinta

Jin Eon tersenyum dan mengangguk.

"Sunbae, aku harap kau juga titik titik padaku. Suatu hari nanti. Tidak, tak lama lagi kau akan titik titik padaku." ucap Seol Ri.


Jin Eon tersenyum menatap Seol Ri. Ia pun membelai kepala Seol Ri. Hae Gang terluka menatap mereka. Seol Ri lalu mencium bibir Jin Eon dan tersenyum malu2. Jin Eon tersenyum dan mencubit pipi Seol Ri. Saat hendak kembali berjalan, mereka terkejut melihat Hae Gang. Hae Gang menatap mereka dengan pandangan terluka.


Sejurus kemudian, Hae Gang menjatuhkan dirinya ke sungai. Jin Eon dan Seol Ri kaget. Jin Eon langsung melompat ke sungai untuk menyelamatkan Hae Gang. Seol Ri menunggu di tepi sungai dengan wajah cemas.


Jin Eon berhasil membawa Hae Gang ke tepi. Seol Ri melihat mereka dengan wajah cemas. Jin Eon berusaha menyadarkan Hae Gang. Ia menekan2 dada Hae Gang.

"Hae Gang, kuatkan dirimu! Kuatkan dirimu sayang!" teriak Jin Eon panik dan cemas.


Namun Hae Gang tak juga bergerak. Karena Hae Gang masih tak bergerak, Jin Eon pun memberi Hae Gang napas buatan. Sementara itu Seol Ri menatap Hae Gang dengan khawatir. Jin Eon kembali menekan2 dada Hae Gang.

"Bernapaslah! Bernapaslah! Kubilang bernapaslah! Tolong bernapas!" teriak Jin Eon cemas.


Hae Gang pun sadar. Dirinya terbatuk2 dan mulutnya mengeluarkan air. Jin EOn menarik napas lega dan langsung memeluk Hae Gang dengan erat. Seol Ri pun cemburu melihatnya. Jin Eon terus memeluk Hae Gang erat2.


Tuan Baek mengintip ke dalam kedai soju. Tampak Nyonya Kim duduk di satu meja. Nyonya Kim terlihat mabuk. Tuan Baek menghela nafas melihat Nyonya Kim. Nyonya Kim melihat label harga gaunnya yang diputus oleh Tuan Baek. Ia teringat kata2 pegawai toko. Pegawai toko bilang jika label harganya copot, maka Nyonya Kim tidak bisa menerima refund. Nyonya Kim terlihat stress. Nyonya Kim lalu membuang label harga itu ke meja dan kembali minum. Tuan Baek datang menghampiri Nyonya Kim.

"Apakah kau memikirkannya? Kau bilang akan memikirkannya." ucap Nyonya Kim.

"Anakku pengacara. Ganti rugi kesalahan yang dilakukan pembeli tidak sah. Tak ada keraguan menerima refund. Akulah yang salah. Aku akan membayar minumannya." jawab Tuan Baek.

Nyonya Kim diam saja dan hanya menatap Tuan Baek. Nyonya Kim lalu kembali menenggak minumannya sampai tetes terakhir.

"Anakmu pengacara, anakku juga pengacara. Apa rekor anakmu?" tanya Nyonya Kim.

Tuan Baek diam saja dan hanya berdehem.


"Anakku menang sempurna, 100 dari 100 kasus. Dia selalu menang di setiap persidangan. Karena dia tidak pernah kalah ini akan sulit. Dia tidak pernah kalah, tak pernah kalah sekalipun." ucap Nyonya Kim, lalu minum lagi.

"Apa katamu?" tanya Tuan Baek sedikit bingung.

"Kau begitu menyukai wanita muda?" tanya Nyonya Kim.

"Apa?" tanya Tuan Baek, bingung.

"Jawab saja! Apa bagusnya seorang perempuan muda yang membuatmu menelantarkan keluarga dan menyingkirkan istrimu sendiri serta mengabaikannya!" jawab Nyonya Kim.

Semua mata pun langsung mengarah pada Tuan Baek. Mereka berpikir Tuan Baek adalah suami Nyonya Kim. Nyonya Kim terus mengoceh. Ia bertanya pada Tuan Baek, apa Tuan Baek begitu menyukai wanita muda?

"Bisa pelankan suaramu?" tanya Tuan Baek panik.


Orang2 di sekitar mereka mulai bergosip sambil menatap Tuan Baek.

"Kenapa!" bentak Nyonya Kim, membuat kaget Tuan Baek.

"Ketika memelankan suaramu, kau ingin berkata AKU JUGA MENYUKAI WANITA MUDA!" teriak Nyonya Kim.

Dan Tuan Baek menghela napas frustasi.

"Semua pria sama saja! Semuanya! Dulu kau mencintainya, dulu kau bilang tak bisa hidup tanpa dirinya! Bagaimana bisa kau berselingkuh!" teriak Nyonya Kim lagi.

Tuan Baek melirik pada pengunjung lain, lalu menjelaskan kalau mereka bukan suami istri. Ajumma pemilik kedai datang mengantarkan soju pesanan Nyonya Kim. Ajumma itu bilang jika mereka bukan suami istri, apa mereka berzina? Tuan Baek makin panik. Nyonya Kim mengoceh lagi.

"Berusia 25, terus? Siapa yang tidak pernah berusia 25? Apa sih cantiknya dia? Apa yang yang membuatmu begitu menyukainya! Di hadapan mataku, bisa2nya kau mencengkram tangan perempuan binal itu! Bisa2nya kau memilih pergi dengannya ketimbang pulang ke rumah bersamaku!"

Tuan Baek yang malu pun beranjak pergi. Sebelum pergi, ia berkata akan membayar tagihan minuman Nyonya Kim. Ajumma itu pun ikut mengomeli Tuan Baek. Tuan Baek diam saja dan melengos pergi dengan wajah malu. Tapi Nyonya Kim menyusulnya.

"Ayo pergi sama2. Jawab aku sebelum kau pergi!" teriak Nyonya Kim lagi, membuat Tuan Baek kaget.

Nyonya Kim pun beranjak mendekati Tuan Baek.

"Jawab kenapa kau begitu menyukai wanita muda!" teriak Nyonya Kim.


Tuan Baek langsung pergi. Nyonya Kim mengejar Tuan Baek dan terus mengajukan pertanyaan yang sama. Tuan Baek pun semakin mempercepat langkahnya. Tiba2, Nyonya Kim jatuh dan pingsan. Akhirnya, Tuan Baek membawa Nyonya Kim pergi dengan menggendongnya.

Di kamarnya, Seol Ri duduk sambil memeluk lututnya. Ia masih syok dengan kejadian hari itu. Sementara di kamar sebelah, Jin Eon sedang merawat Hae Gang. Hae Gang terbaring lemah dengan mata terpejam. Jin Eon mengelap kening Hae Gang, lalu menyelimuti Hae Gang dan memakaikan kaus kaki ke kaki Hae Gang. Hae Gang terbangun. Begitu bangun, ia terkejut melihat Jin Eon yang sedang mengurusnya. Jin Eon yang masih memakaikan kaus kaki ke kaki Hae Gang pun menyadari kalau Hae Gang sedang menatapnya. Jin Eon menatap Hae Gang dan bertanya apa Hae Gang ingin minum. Hae Gang pun mengangguk lemah.


Jin Eon membantu Hae Gang bangun dan memberikannya air. Hae Gang meneguk airnya sedikit. Jin Eon terus menatap Hae Gang. Hae Gang menatap baju piyamanya dan berkata ia menyukainya. Kesedihan masih menyelimuti wajah Hae Gang.

"Harusnya kau biarkan saja aku mati. Aku ingin mengakhirinya. Aku ingin mengakhiri semuanya." ucap Hae Gang pelan.

"Aku tak akan memaafkanmu untuk hari ini. Sampai mati, aku tak akan memaafkanmu. Sekalipun kau mati, atau kudengar kau mati aku tak akan peduli. Jadi jangan pernah melakukannya lagi. Hari ini adalah hari terakhir aku mencampuri hidupmu." ucap Jin Eon dingin, lalu beranjak pergi.


Hae Gang pun kecewa. Ia lalu melihat hairdryer yang tadi digunakan Jin Eon untuk mengeringkan rambutnya. Hae Gang pun kembali menangis. Ia lalu melirik handuk yang digunakan Jin Eon untuk mengelap keningnya. Ia juga ingat saat Jin Eon memakaikan kaus kaki untuknya, dan saat Jin Eon memijat kakinya. Ia juga ingat saat Jin Eon memijat tangannya. Hae Gang pun menunduk sedih dan terisak2.


Paginya, Nyonya Hong pergi ke teras rumahnya dengan wajah stress. Ia lalu terkejut melihat tangga bergelantungan di depan wajahnya. Tak lama, ia mendapati Jin Ri turun dari tangga itu. Jin Ri mengeluh kelaparan. Nyonya Hong menegur Jin Ri, membuat Jin Ri kaget. Hampir saja dia jatuh saking kagetnya. Jin Ri pun bergelantungan di tangga.

"Ini sebabnya Putra Mahkota Sado mengurung Yeonjo dalam kotak beras kayu." ucap Nyonya Hong sambil senyum2.

"Apa? Bodohnya." jawab Jin Ri sambil menatap remeh Nyonya Hong.


"Apa? Bodoh? Kau menyebutku bodoh?" tanya Nyonya Hong tak terima.

"Dari mulut ibu tiriku, keluar hal2 konyol. Jika kau bertanya kenapa aku menyebutnya konyol, baiklah akan kujawab. 'Kupikir itu konyol jika kukatakan demikan, kumohon Yang Mulia menghiraukannya." jawab Jin Ri.

"Kau! Kau!" Nyonya Kim marah, dan langsung memanggil suaminya. Jin Ri pun panik dan berusaha naik ke atas, tapi dia malah jatuh. Jin Ri pun langsung menatap kesal ke arah Nyonya Kim.

"Omo! Kau baik2 saja? Kau terluka?" tanya Nyonya Kim dengan wajah puas.

Jin Ri segera berdiri. Ia mau marah sama Nyonya Hong, tapi mungkin karena melihat ayahnya datang ia segera kabur dengan kaki terpincang2.


Yong Gi masuk kantor dengan wajah ceria. Tiba2, ponselnya berdering. Seorang pria menanyakan apakah ia sudah menerima semprotan lada dan peluitnya. Pria itu berkata memesannya online. Yong Gi mengiyakan dan mengucapkan terimakasih. Ternyata yang menelpon Produser Kim. Produser Kim sengaja memesan itu sebagai senjata untuk Yong Gi. Produser Kim takut Yong Gi terluka sepertinya.

"Ah ya, alasanku menelponmu adalah untuk memberitahumu kalau rekan kerja Kim Sun Yeong besok datang dari Jepang. Aku akan coba mewawancarainya. Akan kulakukan apa saja agar bisa mendapatkan wawancara ini. Bisakah kau kirimkan padaku dokumen Pudoxin dan salinan videonya?" ucap Produser Kim.

"Baiklah, akan kukirimkan padamu secepatnya." jawab Yong Gi.

Tiba2, Mi Ae lewat. Yong Gi langsung menyudahi pembicarannya dengan Produser Kim. Mi Ae pergi begitu saja. Yong Gi memanggil Mi Ae dan kecewa karena Mi Ae tidak menghiraukannya.


Manajer Byun sedang membereskan barang2 di ruangannya. Ia bersiap pergi. Bawahannya tidak rela ia pergi. Yong Gi pun datang. Semua langsung terdiam. Yong Gi berjalan begitu saja ke mejanya. Tiba2, Manajer Byun berbalik dan menghampiri Yong Gi.

"Kau pikir kau menang karena benar? Kau benar2 menganggap aku ditendang karena kau benar? Kau dan aku cuma pion di papan catur. Jika kita berada dalam bahaya, kita tidak bisa mundur dan mati duluan. Kau tahu marionette? Haruskah kuberitahukan dirimu sebuah rahasia? Orang yang benar2 jahat...."

Manajer Byun mendekati Yong Gi dan berbisik pada Yong Gi.

".... menarik benang untuk menggerakkan boneka. Mereka tidak pernah bergerak."

Yong Gi mulai takut. Manajer Byun berkata lagi.

"Bayi dalam kandunganmu itu, kudengar anak dari si keparat Kim Sun Young yang mengambil uang lalu meninggal."

Semua karyawan pun kaget, termasuk Yong Gi.

"Kau adalah wanita hamil dalam acara investigasi itu. Pengkhianat perusahaan. Kau adalah pengungkap masalah internal. Kenapa kau melakukannya Dokgo Yong Gi? Aku kan sudah bilang orang2 seperti kita tidak pernah bisa mundur. Jika tertangkap kau harus mati." ucap Manajer Byun.

"Hentikan! Aku akan mengurus diriku sendiri. Jadi kenapa kau tidak pergi saja dan mengkhawatirkan dirimu sendiri!" teriak Yong Gi.

Manajer Byun tersenyum sinis, dan kembali berbisik ke telinga Yong Gi.

"Jangan mati, pastikan dirimu selamat. Kau harus bertahan. Berhati2lah pulang malam."

Manajer Byun lalu memperingatkan bawahannya untuk berhati2 pada Yong Gi yang memiliki keahlian menusuk. Setelah mengatakan itu, Manajer Byun pun pergi. Semua karyawan memberikan tatapan kesal pada Yong Gi. Yong Gi terlihat takut.


Hae Gang berada di lab Jin Eon. Wajahnya terlihat kesal. Sementara itu, Hyun Woo sedang memarahi rekannya. Ia berkata apa rekannya mau mati karena minum nitrogen atau mati di tangannya.
"Mengurus lab ini dan isinya, ini sajakah yang bisa kau lakukan? Aku harus menikah dan punya keturunan. Sunbae mu ini putra tunggal dalam 3 generasi. Mohon jaga hidupku. Tolong." ucap Hyun Woo.

Tiba2, seorang rekannya datang dan memberikan amplop tanpa nama. Hyun Woo menyuruh rekannya yang lain membukakan amplop itu untuknya. Rekannya pun kaget saat melihat isi amplop itu. Beberapa lembar foto. Hyun Woo kaget melihatnya. Begitu Seol Ri datang, pandangan mereka langsung mengarah pada Seol Ri.

"Kenapa? Ada apa?" tanya Seol Ri bingung.

"Seol Ri, ada wanita yang mencarimu." jawab rekannya.

"Wanita siapa?" tanya Seol Ri bingung.

Tiba2, Seol Ri menyadari siapa wanita itu. Ia pun menghela napas dan beranjak pergi. Begitu Seol Ri pergi, Hyun Woo mengajak rekan2nya pergi makan. Sebelum pergi, Hyun Woo meletakkan amplop itu di meja Jin Eon.


Hae Gang berjalan di taman kampus sambil menenteng tas besar. Langkahnya pun terhenti begitu ia melihat Seol Ri keluar dari kampus. Ia menatap tajam Seol Ri. Seol Ri melewati Hae Gang begitu saja tanpa sadar ada Hae Gang di belakangnya. Hae Gang masuk ke dalam kampus. Seol Ri tiba di taman. Di sana sudah menunggu Jin Ri. Seol Ri mengedarkan pandangan mencari Hae Gang.

"Apa kau Kang Seol Ri?" tegur Jin Ri.

"Ya, aku Kang Seol Ri. Kau siapa?" tanya Seol Ri bingung.

Jin Ri memperhatikan Seol Ri dari atas ke bawah dan tersenyum licik.

"Apa kau yang mencariku?" tanya Seol Ri.

 "Ya, aku kakaknya Jin Eon." jawab Jin Ri, membuat Seol Ri kaget.


Jin Eon meletakkan setumpuk berkas di sebuah meja. Ia lalu melirik ke meja di belakangnya dan menemukan sebuah tas. Tas yang tadi dibawa oleh Hae Gang. Ia terdiam, kemudian membuka tas itu dan teringat ketika Hae Gang melompat ke sungai. Jin Eon pun menghela napas. Saat hendak pergi, tanpa sengaja matanya melihat sebuah amplop di bawah tas itu. Ia membuka amplop itu dan terkejut melihat isinya. Isinya adalah foto2 dirinya yang sedang berduaan dengan Seol Ri. Di salah satu foto, terlihat Seol Ri yang berbaring di pangkungan Jin Eon.

"Kau tak akan.... teganya? Ini bukan kau kan? Ini bukan dirimu. Tidak mungkin dirimu! Do Hae Gang!" teriak Jin Eon.



Bersamaan dengan itu terjadi sebuah ledakan. Jin Eon terkejut dan menoleh ke belakang.

Bersambung ke episode 8

Post a Comment

0 Comments